My Destiny
Jika kamu bertemu dengannya
Jantungmu akan berdetak lebih
cepat
Hatimu seakan bergemuruh kencang
Semua pikiran dan teori di otakmu
hilang
Yang kau tahu saat itu,,
You’re my destiny...
“Kamu akan
tinggal bersama Ayah, Flo.”ucapan seorang lelaki paruh baya tak membuat gadis
manis itu berpaling dari tatapannya. Dia masih menatap nisan di depannya,
matanya yang agak bengkak tak terlihat karena memakai kaca mata hitam. Tapi air
matanya masih saja terus menangis.
Tempat
terakhir orang yang disayanginya membuat dia benar-benar terpukul. Seorang Ibu
yang membesarkan dirinya dengan banyak cinta kini sudah menghilang dari
jangkauan pandangannya. Hanya kesedihan yang melanda di dirinya. Benar-benar
terpukul wajah gadis manis yang tak bergeming meski langit menampakn rasa
prihatinnya.
“Ayo sayang, sebentar
lagi hujan.”ucapan dari orang yang sama dan sikap yang sama pula di tunjukan
gadis manis itu. “Aku masih ingin disini. Anda bisa tinggalkan aku sendiri.”
Kalimat gadis
itu diucapkan dengan sangat lirih. Rasanya ingin mendekat anak perempuannya itu
di tempat itu juga tapi apa daya, seorang wanita di sampinya menarik lelaki
paruh baya itu untuk segera menjauh. Dan mengajaknya ke arah mobil.
“Apa kamu
yakin akan mengajaknya tinggal bersama kita?”ucapa wanita itu saat di mobil.
“Dia anakku
juga, apa salah dia tinggal bersamaku?”balasnya dengan wajah dingin.
“Tapi aku
bukan ibunya dan aku tidak suka tinggal serumah dengan orang asing.”
“Aku sudah
menuruti maumu. Tidak bisa sedikit saja kau hormati keputusan suamimu ini.”
Hujan turun dengan derasnya, tanpa sedikit
permisi atau memperingatkan. Tak membuat gadis manis itu bergeming dari
tempatnya. Mungkin inilah kesedihannya yang sangat mendalam. Dia menyesal belum
bisa membuat Ibunya bahagia. Belum bisa memberikan hadiah apapun untuk Ibunya
tepat saat ini Ibunya ulang tahun. Hari dimana Ibunya dilahirkan dan juga
Ibunya meninggalkannya untuk selamanya.
“Mah, apa aku
harus tinggal dengan orang yang membuatmu selalu menangis?”
Setahun datang
dengan cepat.
Tepat hari ini
Flora dan ketiga temannya sedang merayakan kelulusannya. Semua bersorak sorai
ditaman yang kini riuh dengan suara cempreng Reina dan Eirin. Mereka memang
suka berteriak kalau sedang senang. Tak perduli dengan lingkungan taman yang
ramai.
“Ayo kita
minum sodanya.”ajak Reina sambil mengangkat minumannya pertanda untk cheers. Dan
semua temannya mengikuti dengan senang hati.
“Sukses buat
Eirin yang bisa up setelah putus dari pacarnya.”
“Buat Reina yang
akan melanjutkan sekolahnya keluar kota.”
“Untuk Gisel
yang akan bertunangan.”
“Untuk
kebahagian Flora kedepannya.”
Flora menatap
sendu ketiga temannya. Dia menitikan air mata dengan ucapan kompak
teman-temannya tanpa ada aba-aba sebelumnya. Semenjak kepergian Mamanya, dia
memilih tinggal di asrama. Beruntung disana ada Eirin yang sekamar dengannya. Dan
membuat Flora bisa menatap maju ke depan.
“Jika sedang
bahagia. Jangan menangis. Kau cengeng sekali Nona.”ucapan seorang cowok yang
baru datang membuat semua gadis itu mencari asal suara. Dia menatap cowok
dengan kulit putih yang tanpa disentuh pun bisa terasa sangat lembut. Matanya menatap
Flora sangat dalam. Tingginya lebih dari rata-rata dari cowok seusianya. Ia berjalan
mendekati Flora dan memeluknya.
“Maaf aku baru
kembali.”katanya lagi dan memeluk Flora lebih erat lagi.
“Kau curang. Aku
yang adikmu malah tidak kau peluk.”kata Gisel dengan nada cemburu. Cowok ini
adalah sepupu Gisel. Flora dan Gisel adalah teman sejak kecil. Vian, nama cowok
yang kini memeluk Gisel dan mencium keningnya. Ia kemudian memberikan senyuman
termanis untuk dua teman sepupunya yang lain.
“Bahagia itu
juga bisa menangis, Tuan. Ku kira akau lupa dengan kami disini.”
“Hahahha.. kau
tidak ahli berbohong Nona. Aku kembali untukmu.”
“Ish.. kau
tidak berubah. Selalu seperti ini.”
“Aku tidak
akan berubah Nona untuk terus mencintaimu.”
Dengan cepat
Vian memeluk Flora lebih erat lagi. “Kau tak merindukanku? Padahal aku sudah
mengharapkan kamu menciumku setelah pertemuan ini.”bisiknya pada telinga Flora.
Dengan cepat Flora melepas pelukannya dan menunduk. Wajahnya jadi memerah
akibat ulah Bad boy ini.
“Aku tahu
kalian sedang melepas rindu. Tidak bisa kah anggap kami ada walau sebentar.”ledek
Reina karena dia dan temannya yang lain merasa tak di anggap keberadaanya. “Seharusnya
kau punya pacar Nona Reina. Biar tidak menggangguku.”ejek Vian sambil tersenyum
licik.
“Hei kau..
Tuan Khavian berhenti mengejekku.”teriak Reina sambil mengejar Vian yang
menjauh dari jangkauan tangannya.
Ketiganya gadis
yang lain tertawa melihat kedua orang yang disayanginya seperti kucing dan
anjing. Tak akan ada waktu seperti ini lagi, karena mereka akan berpisah di
tempat ini. Mereka akan melanjutkan sekolah mereka di tempat yang berbeda-beda.
$$##my_destiny$$##
“Perjodohan? Kakek
kira aku tak bisa mendapatkan gadis manapun dengan tanganku sendiri.”
“Kakek yakin
tidak. Berhentilah teriak, Kakek tidak tuli.”
“Aku tau Kakek
tidak tuli tapi Kakek tidak peka.”
“RYUJII... Kakek
akan membuatmu mau menerimanya.”
“Itu akan
membuat Yuji menjauhimu, Pah.”ucapan seorang wanita dengan menatap lembut
Ayahnya. Dia tahu bagaimana watak Papa dan anak laki-lakinya itu. Sifat yang
sama dengan usia yang berbeda jauh.
“Kau harus
membantuku untuk menurutinya.”paksa sang Ayah menatap wanita di hadapannya. Kemudian
berlalu meninggalkan meja makan itu. Tanpa menghiraukan ucapan ayah, wanita itu
melanjutkan makannya yang tertunda. “Ahra... jangan mengecap saat makan, Oma
tidak suka sayang.”
Gadis kecil
yang disebelahnya mendengar dengan seksama dan mempraktekannya. Gadis kecil itu
menuruti permintaan Omanya dengan tersenyum. Sang Oma membalas senyumnya dengan
saat lembut. Terlihat dari matanya bahwa dia sangat menyayangi cucunya. Cucu pertamanya
yang sangat manis. “Kau sangat cantik seperti Mamamu sayang.”katanya lembut.
“Oma. Apa Papa
akan pulang cepat?”
“Hmm.. kau
buat pulang cepat saja, sayang. Bagaimana?”
“Nggak. Papa pasti
akan sibuk dengan laptopnya dan tidak memperdulikanku.”
“Baik. Oma
yang akan menyuruh Papamu mengajakmu main. Sekarang kita ke sekolah yah.”
Gadis kecil
itu tersenyum manis. Wajah malaikatnya itu membuat siapapun tidak akan mau
berkedip. Usianya baru 4 tahun. Karena keadaan yang tidak memungkinkan, dia
lebih dekat dengan Omanya.
$$##my_destiny$$##
“Permisi. Benar
disini rumah Bapak Doni Erlangga.”
“Kau siapa?”
“Flora. Aku ingin
bertemu dengannya.” “Tunggu sebentar.”
Sudah 4 menit
berlalu, namun gerbang coklat itu tidak kunjung terbuka. Sebenarnya gadis itu
enggan bertamu, namun karena satu alasan. Ia harus datang sendiri kesini,
semula ia ingin ke kantor saja. Tapi yang ia punya hanya alamat rumahnya saja.
Dengan perlahan
gerbang itu terbuka. Dan seorang wanita paruh baya menyuruhnya masuk dan menyuruh
gadis itu duduk menunggu majikannya datang. Sedikit miris melihat sekitarnya. Dulu,
dia juga pernah tinggal disini namun itu tak berlangsung lama.
“Mau apa
datang kesini?”kata wanita itu ketus. Dia mendekati wajah itu tidak suka dan
duduk di sofa coklat itu tanpa menyuruh gadis itu duduk.
“Apa Pak Doni
ada?”jawab gadis itu tegas. Dia tetap berdiri dan tak berminat untuk duduk.
“Mau apa
bertemu dengan suamiku?”
“Aku ada
urusan dengan beliau bukan dengan anda nyonya.”
“Apa wanita
kampungan itu tidak mengajarimu untuk sopan santun terhadap orang yang lebih
tua.”
“Mamaku sangat
mengajarkan sopan santun sayangnya sikap anda yang membuat hormatku hilang. Kalau
beliau tidak ada saya permisi.”
“Aku punya
penawaran untukmu.”
“Kau kesini
ingin meminta tanda tangan wali untuk melanjutkan beasiswamu itukan? Aku akan
menjadi walimu. Hanya saja kau harus mau terima syaratnya. Aku akan menjamin
semua kehidupanmu.”
“Apa maksud
anda, nyonya?”
“Untuk IQ
sepertimu kau pasti mengerti.”
“Syarat apa
yang anda ajukan nyonya.”
“Kau harus
menikah dengan laki-laki yang aku pilihkan. Menarik bukan, aku bahkan sudah
menentukan jodoh untukmu meski kau bukan anakku.”
“Kau ingin
menjualku?”
“Terserah kau menganggap
apa? Tapi aku tau tenggang waktu pengembalian itu besok sementara Ayahmu
kembali dari luar negeri minggu depan.”
“Kenapa kau
menawarkannya padaku.”
“Aku hanya
ingin kau pergi dari kehidupan suamiku. Tawaran ini menarik bukan, kalau kau
menolak aku rasa keinginanmu sekolah disana harus pupus, Nona FLORA.”
Pilihan yang
sulit untuk Flora. Bagaimana tidak? Dia hanya punya Ayahnya di dunia ini,
semenjak Mamanya meninggal, tidak ada sanak saudara yang bisa membantunya. Sedangkan
cita-citanya untuk menjadi seorang arsitek adalah janjinya pada Mamanya.
‘Apa dia mau
menjualku? Setelah menelantarkanku sekarang mengambilku tapi untuk dijual. Ayah
macam apa dia?’gumam Flora saat dijalan. Dia tidak mengenal Ayahnya. Saat
usianya 4 tahun, Ayah dan Mamanya bercerai. Sejak itu dia tak mengenal sosok
Ayah dihidupnya.
Tiiinnnn....tiiinnnnn
Suara klakson
yang keras tak membuat Flora tersadar dari lamunanya. Ia berjalan tak tentu
arah, hampir saja membuatnya kehilangan nyawa. Kalau bukan karena tarikan
tangan seseorang dia sudah berlumur darah. “Kalau kau ingin bunuh diri, tolong
Nona jangan saat ada aku.”ucap cowok itu. Tanpa jawaban Flora pingsan.
“Dimana kau
temukan dia, Rio?”
“Dijalan. Apa Mami
kenal dia? Sepertinya aku familiar dengan wajahnya. Jangan bilang dia ...”
“Flora. Anak dari
Papimu dengan wanita lain.”
“Pantas saja,
wajahnya familiar. Sepertinya dia dari rumah kita Mam.”
Sinar matahari
pagi mengintip ke sela-sela korden di kamar gadis itu. Membuatnya terbagun
dengan agak malas. Di rentangkan badannya, kemudian melihat ke sekililingnya. ‘Dimana
ini? Ini bukan kamar kostku. Tunggu ,, kemarin aku ..’
“Sudah bangun?
Sepertinya sudah sehat.”sapa cowok itu dengan lembut. Sejak semalam ia
menungguinya meski Maminya memaksa dia tidur di kamarnya sendiri.
“Kau ... kau
siapa?”tanya Flora dengan wajah bingung dan takut.
“Salam kenal,
aku Mario Erlangga. Sudah lama ingin bertemu denganmu Kak Flora.”balasnya
lembut.
“Darimana kau
tahu namaku.”
“Kita
mempunyai Ayah yang sama meski Mami kita berbeda.”
Flora tertegun
mendengar jawaban cowok itu. Jadi cowok ini anak Ayahnya dari wanita itu. tidak
beberapa lama wanita itu berdiri di pintu. “Sudah bangun? Kau sudah membuat
anakku menunggumu.”
“Mami. Aku yang
salah. Jadi wajar aku bertanggung jawab.”
“Dia yang
jalan seenaknya sayang. Kau masih berminat dengan tawaranku. Kau tahu kan ini
batas akhir. Dan 2 jam lagi akan ditutup.”
“Tawaran apa
Mami? Akh.. jangan bilang tentang perjodohan itu?
“Iya. Jangan
menentang Mami, Rio.”
“Mami. Mami menjodohkan
dia dengan Yuji? aish.. Mami tega Kakaku ini dijodohkan dengan cowok dingin
itu.”
“Apa perduli
Mami. Dan jangan bilang dia Kakakmu.”
Flora hanya
diam mendengar keduanya bersiteru. Ingin rasanya Mamanya hadir, dia sangat
rindu dengan Mamanya. Bisa bercanda, tertawa bahkan bertengkar seperti itu. “Jangan
ikut campur urusan Mamimu...”
“Aku setuju
nyonya.”kataku lirih memotong
pembicaraan mereka. Keduanya menatapku dengan tak percaya, aku tak perduli
dengan cowok dingin yang dibilang Rio itu. aku hanya ingin mewujudkan janjiku
pada Mama. Itulah yang ada dipikiran Flora.
“Bagus. Mana suratnya
akan ku tanda tangani.”
“Kak, kau
jangan gila. Kau mau masa depanmu suram menikah dengan orang yang gak kau
kenal.”
‘Jangan
memperkeruh keadaan.”
“Itu karena
Mami mendesaknya.
Wanita itu
pergi dengan senyum kepuasaan. Dia membawa satu berkas untuk diserahkan ke
salah satu kampus terkemuka di kota itu. Dia menyuruh Flora untuk tinggal
sampai Ayahnya pulang dan membicarakan pernikahan itu.
Sementara itu
Flora hanya menitikan air mata. Dia menangis dalam diam sambil matanya
menerawang jauh ke depan. Saat ini dia berdiri di balkon. Dan melihat taman
belakang yang indah tertata rapi disana. Sudah sangat jelas kalau taman itu
terawat.
“Seharusnya
jangan menerima tawaran Mami.”kata Rio yang bersender di tepi balkon. Dia menatap
Flora kagum. Baru kali ini dia bisa bertatap muka dengan seorang yang paling
dikaguminya. “Meski tadi masih 2 jam, aku bisa membantumu.”
“Kau kenal
dengan orang yang dijodohkan denganku?”
“Sangat kenal.
Dia cucu dari rekan bisnis Papi. Calon seorang Dokter.”
“Dokter? Apa usahanya
jasa pelayanan?”
“Ya. Kakeknya
punya RS ternama disini.”
“Begitu. Apa usianya
sudah tua?”
“Hahahhahah..
tenang saja, aku rasa usianya baru sekitar 23 tahun.”
“Kenapa
tertawa? Ada yang lucu?”
“Hmm.. kau
takut dijodohkan dengan orang jompo yah? Hahahahha...”
“Dia tampan
dan mempesona. Menurut semua wanita yang menatapnya, aku setuju dengan itu. Dan
dia juga memilik anak yang sangat manis.”
“Hah??? Jadi dia
sudah punya anak?”
“Kenapa?? Anaknya
masih umur 4 tahun. Istrinya meninggal saat melahirkan anak itu. Mereka menikah
muda karena tuntutan keluarga wanitanya. Tapi hubungannya dengan anaknya
renggang. Anak itu diasuh oleh Omannya.”
Seminggu
berlalu...
Dihadapan
Flora sudah ada keluarga yang akan dijodohkan untuknya. Semula Ayahnya terkejut
tahu bahwa putrinya itu setuju. Dia menatap sendu anak perempuanya. Dia merasa
bersalah pada gadis manis di sampingnya. Sementara Flora sedikit tersenyum melihat
gadis kecil di pangkuan Omanya. Gadis itu berbalik tersenyum padanya.
Hasil
kesimpulannya adalah pernikahan mereka akan di selenggarakan bulan depan. Kecewa!
Tergambar jelas dimatanya. Dia tidak bisa menentang dan tak mau menjalaninya. Meski
ucapan Rio benar, tetap saja cowok itu selalu dingin saat menatapnya.
Sesampainya
dirumah, Flora menangis sesegukan. Ia tak menyangka takdir membawanya ke tempat
yang tidak pernah dia duga.
Drrtttt
... Drttt
From : MyVian
Kau
tak mengabariku seminggu ini? Kenapa? Apa kau sakit?
Sedetik kemudian
air mata Flora membasahi pipi chubbynya. Dia bingung harus berbuat apa? Apa yang
akan dia katakan pada Vian tentang ini? Dia tak tega melukai orang yang
mencintainya dengan sepenuh hati.
Flora
POV
Kenapa sebulan
begitu cepat? Dan kenapa aku tak ada perlawanan tentang rencana bodoh ini! Tolong
Tuhan, beri tahu Vian dan bilang padanya bawa aku pergi. “Nona jangan menangis
terus make up nya bisa hilang.” Aku tak perduli ucapan penata rias itu. Dia tak
tau sakitnya perasaanku?
Saat kau perlu
pengakuan dari seorang Ayah? Dia menelantarkanmu! Sekarang dia membawamu ke
sisinya hanya untuk dijual? Ya. Aku DIJUAL kepada rekan bisnisnya yang sudah
mempunyai anak.
Setidaknya aku
masih bisa kuliah dengan mewujudkan janjiku pada Mama. Itu alasanku bertahan. Wanita
itu! yak, dengan teganya tersenyum puas melihatku. Dia tak punya hati, meski
aku tahu kedua anaknya berhati lembut tapi kenapa di dirinya ada devil. Aku memakinya
dalam diam.
Acara sakral
itu berjalan dengan lancar, kenapa Tuhan menakdirkanku dengan seperti ini? aku
menahan tangisanku. “SAHHH”. Kata itu malah membuat air mataku turun. Aku menghapusnya
perlahan.
“Mulai
sekarang, panggil aku Mami yah. Kau kan menantuku. Nah, Ahra panggil dia Mama. Ahra
punya Mama sekarang.”kata mertuaku saat di ruang tamu.
Setelah acara
itu, mereka membawaku ke rumah kayu berlantai dua. Terlihat rapih dan tertata
indah. Ini rumah yang aku cita-citakan dulu. Rumah masa depanku. “Mama..”sapa
gadis kecil di depanku. Dia menatapku dengan sangat lembut. Benar-benar wajah
angel. Aku hanya tersenyum menatapnya.
“Flora... apa
Mami bisa menitipkan Ahra disini? Mami harus keluar kota nanti malam.”tanya
mertuaku dengan lembut. “Ahra kan anakku Mam. Dia akan tinggal bersamaku.”kataku
dengan lirih.
Usiaku baru 19
tahun di tahun ini. Tapi aku sudah mempunyai anak usia 4 tahun yang harusnya
dia sebagai adikku. Rasanya benar-benar aneh.
“Baiklah. Mami
harus bersiap dulu. Nah, Ahra jangan nakal yah sama Mamamu.”
“Iya Oma. Bye.”
Kepergian mertuaku
membuat hening rumah ini. Aku menyuruh gadis kecil itu mandi. Sepertinya dia
tak manja dan sudah mandiri. Aku tak perduli dengan keluarga yang menjualku. Mereka
sudah pergi setelah 14 menit sampai dengan alasan yang jelas tak ingin
berhubungan denganku lagi.
“Papa. Jangan maen
game terus. Ayo ajari aku berhitung.”
“Ahra... kau
sudah mempunyai Mama. Kau bisa belajar dengannya sekarang.”
“Aku mau
dengan Papa saja! Apa tidak boleh?”
“Baiklah. Tapi
harus ada imbalannya”
“Apa?”
“Ayo cium
Papa.”
Iri rasanya
pada gadis kecil itu, dulu saat aku seusianya aku tak bisa seakrab itu pada
Ayahku sendiri. Air mataku menetes lagi tanpa bisa ku bendung. Aku duduk di
sofa ruang tamu, menutup mukaku dengan kedua telapak tanganku. Rasanya benar-benar
sakit di buang seperti itu oleh Ayah kandung sendiri.
Aku benar-benar
tidak bisa membendungnya lagi, aku menangis sesegukan. Meski suaranya sudah aku
pelankan agar tidak terdengar oleh mereka. “Mama kenapa menangis?”suara lembut
itu membuatku berhenti menangis dan menatap wajah angelnya. “Maaf yah, Ahra
tida mengajak Mama tadi.”
Aku hanya
menggelengkan kepala, suaraku enggan keluar. Dia menghapus air mataku dan
mengecup pipiku. Aku hanya terkejut dan menatapnya dalam. “Jangan menangis lagi
ya, Mah.” Dengan cepat aku memeluknya. Terimakasih Tuhan, setidaknya kau
memberiku litle angel untuk menghiburku. Aku memeluknya erat dan dia
membalasnya juga.
“Mulai hari
ini jangan pergi dariku yah.”
END
Flora POV
“Mama...
dimana dasiku?? Aku tidak melihat ikat pinggangku. Aku lupa menaruhnya dimana?”
Suara
lengkingan Ahra membuat konsentrasi Flora buyar. Seminggu berlalu tentang
kejadian di ruang tamu itu. “Ahra.. sejak kapan kau cerewet? Kau lupa
menaruhnya kenapa Mamamu yang disalahkan.”suara Yuji membuat Ahra diam.
Yuji heran
dengan gadis kecilnya itu, dia akan lembut dan anggun jika bersama Omanya,
kenapa dengan wanita yang baru seminggu jadi ibunya Ahra sudah bersikap
berbeda. Yah, Yuji kenal baik anaknya. Ahra akan bersikap semaunya jika sudah
akrab dengan orang yang disayanginya. Jadi dia tak akan mau bersikap anggun
seperti pada Omanya.
“Ini semua
sudah.. tunggu sebentar, aku mau ambil tasku dulu. Kita bersama ya
berangkatnya.”kata Flora yang kembali ke kamarnya dan membawa dua tas yang
terlihat sangat berat. “Kita naik apa Mah?”tanya Ahra bingung. Seminggu yang
lalu dia masih naik bis sekolahnya.
“Hmmm... naik
bis aja yah.”kata Flora polos. “Tapi kau nanti telat.”jawab Flora sendiri
Ahra dan Yuji
hanya menggelengkan kepala. Dibalik sikap patuhnya itu kadang sikap Flora lebih
kekanakan dibanding Ahra. “Naik mobil Papa, Mah. Ayo cepat.”tarik Ahra ke arah
mobil Papanya.
Dhaaa....
lambaian tangan Ahra terakhir saat dia masuk ke dalam sekolahnya. Sementara
Flora merapikan tasnya dan berniat keluar mobil. “Kau mau kemana?”tanya Yuji.
“Kitakan beda
arah. Aku akan naik bis.”jawab Flora yang merapikan kertas-kertas yang hampir
berserakan. Dan dengan cepat keluar mobil Yuji kemudian berjalan ke arah halte.
RYUJI
POV
Benar-benar
gadis polos? Dia bisa panik kalau terjadi apa-apa pada Ahra. Dia siapa? Aku yang
membuat Ahra ada di dunia ini saja, tidak sepanik itu!
Dia tak pernah
bertanya jika tak ku tanya! Kadang dia berbicara hanya seperlunya saja! Tapi kenapa
aku jadi tidak suka di perlakukan sepertini ini.
Aku hanya diam
memandangnya dari jauh. Aku tahu alasannya. Kenapa dia menikah denganku karena
Rio yang secara terbuka mengatakannya.
Flashback
on
“Jangan
sakiti hati dia.”
“Siapa
yang kau maksud?”
“Kakakku
yang dijodohkan untukmu!”
“Hah.
Sejak kapan kau punya Kakak perempuan?”
“Dia
bukan Kakak kandungku.Dia anak Papi yang lahir dari wanita lain dan usianya
lebih tua dariku. Meski Mami memarahiku tapi aku menganggapnya Kakakku.”
“Ayahmu
selingkuh?”
“Mungkin.
Kurasa cukup Papi dan Mami yang melukai hatinya. Setidaknya jika kau tidak
mencintainya, jangan sakiti dengan sikapmu yang dingin.”
“Kau
menyuruhku Tuan Erlangga.”
“Bukan.
Tuan Ryuji Mahesa aku mengancammu. Mengerti.”
End
Flashback
Senyuman itu
tidak pernah kutemukan saat dia berbicara padaku. Tidak, selain pada Ahra dia
tidak pernah tersenyum. Cowok itu siapa? Aku hanya terkejut. Melihat keakrabannya
bersama cowok putih yang mengajaknya menaiki mobilnya.
Jadi mobil
pribadi itu dibilang bis? Stop. Aku tak mau perduli.
End
Ryuji POV
Flora
POV
“Vian?”aku
terkejut melihat mobilnya berhenti di depanku. Dan memaksaku naik. Aku hanya
bisa tersenyum sedikit padanya.
“Kau terkejut?
Hahhaha..”tawanya saat menatap wajahku. Dia tetap tak berubah, membuat
perasaanku sedikit hangat. “Apa tak merindukanku?”
“Tadi malam
kita masih video call sekarang kau bertanya seperti itu? kau yang merindukanku
kan?”
“Baiklah Nona.
Aku merindukanmu. Aku antar kau ke kampus.”
“Dimana kau
tinggal? Gisel bagaimana?”
“Untung kau
mengingatkan. Akhir minggu ini dia akan tunangan. Kau akan datang kan?”
“Akhir minggu?”
“Hmm... apa
Gisel tak memberitahumu? Akhh.. Bodohnya aku. Dia ingin membuat suprize padamu.”
“Hahaha..
siap-siaplah dapat hadiah darinya. Aku akan datang bersama Ahra.”
“Ahra? Siapa dia?
“My little
angel.”
Hampir aku
mengatakan jika Ahra anakku. Sebenarnya aku ragu mengajak Ahra. Tapi aku janji
akan mengajaknya pergi akhir minggu ini karena Yuji harus keluar kota untuk
study tour di kampusnya.
Malam harinya,
setelah ku rasa Yuji sibuk dengan laptopnya itu, aku menemani Ahra menonton
tivi. Sebenarnya aku ragu untuk mengatakannya tapi ...
“Ahra. Kau mau
ikut denganku kan akhir minggu ini?”
“Hmm.. kita
janji akan ketaman hiburankan?”
“Kita akan
pergi, tapi bukan kesana. Teman sekolahku akan tunangan. Aku diundang olehnya. Kau
mau ikut?”
“Itu berarti
kita akan jalan-jalan jauh?”
“Iya. Tapi kau
rahasiakan ini dari Papamu. Kita akan menginap disana.”
“Yang benar? Asyikk...”
“Tapi aku
mohon padamu.”
“Apa?”
“Tolong jangan
panggil Mama di depan teman-temanku yah. Hanya di depan mereka jangan begitu. Tolong
jangan tanya kenapa? Janji.”
“Janji.”
Akhirnya
teratasi juga masalah ini. Aku meminta Ahra mengaku sebagai anak tetangga di
tempat kost. Meskipun aku tahu dia sedikit terluka di anggap seperti itu. Tapi
aku belum siap Vian tahu aku sudah menikah dan memilik anak.
Setelah Yuji
berpamitan pada Ahra, aku langsung bersiap dan menggandeng Ahra menaiki bis
untuk ke stasiun kereta. Ahra terlihat senang, ini pertama kalinya. Karena Yuji
selalu melarangnya menaiki kendaraan umum.
Sebenarnya dia
memaksaku untuk memakai mobil. Tapi aku belum siap setelah kejadian itu. Sudah
lebih dari 3 jam kami duduk di kereta. Ahra sudah terlelap dua jam yang lalu. Aku
tak berani membangunkannya makanya ku gendong dia. Meski sulit tapi rasanya
nyaman.
Di depan sana
ada dua orang teman yang lama tak kujumpai. Siapa lagi kalau bukan dua orang
gadis bawel yang teriakannya menyakitkan telinga. Dengan cepat dia membantu
membawa tasku. Dan terkejut memandang anak kecil yang ku gendong.
Aku hanya
berjalan tanpa menghiraukan mereka. Di mobil aku menidurkan Ahra di bangku
belakang. Dan mengangkat kepalanya di pahaku. Aku duduk manis sementara dua
temanku memasukkan tas ku di bagasi belakang.
“Baru sebentar
kita pisah? Kau sudah membawa anak kecil saat kembali.”ledek temanku yang
menyetir mobil. Dia memandangku menggunakan spion.
“Kau menemukan
anak kecil dijalan?”tanya orang disebelah pengendara itu.
“Aku capek. Bisa
aku tidur sebelum menjawabnya.”
Buuuukkkkkkkkkkkk
Lemparan
bantal dari bangku depan sebelah pengemudi pas kena mukaku. Mereka memang tak
berubah. Memaksaku bercerita. Aku memandang Ahra dengan perasaan bingung. Aku menutup
telinganya agar dia tak mendengarnya.
“Yak.. kau
berdua tidak bisa lembut padaku.”
“Kau yang
membuat kami seperti ini. Ayo katakan siapa gadis kecil ini.”
“Namanya Ahra,
dia anak tetanggaku.”
“Kau
membawanya?? Kau gila??”
“Orang tuanya
menitipkannya padaku. Mereka percaya padaku.”
“Kau tidak
membohongi kami kan?”
“Kenapa?”
“Matamu tak
mau menatap kami. Kita sudah berteman lama Flo. Dan aku tahu saat kau
berbohong.”
“Tidak aku
tidak berbohong.”
“Baiklah.”
‘maaf yah
sayang. Mama harus menyembunyikanmu statusmu seperti ini’gumamku di depan wajah
Ahra.
Pertunangan Gisel
akan di adakan besok malam. Aku dan Ahra tinggal di rumah Reina. Dia memaksaku
untuk tinggal disana. Sedikit terluka, saat Ahra memanggilku Kakak. Dia juga
agak ragu memandangku. Reina tinggal bersama Kakak perempuannya yang sudah
mempunyai anak seusia Ahra.
Aku mengamati
Ahra dan Lala bermain bersama. Rasanya senang bisa melihat Ahra bermain. Satu hal
yang aku tahu, dia lebih supel dibanding Papanya. Mungkin itu sifat temurun
dari Mamanya. aku tertegun saat Lala mengatakan ...
“Mamaku sangat
menyukaiku. Dia selalu mengajakku kemanapun dia pergi. Meski aku selalu nakal,
dia tetap mengatakan aku anak baik .”pernyataan jelas yang membuatku terluka. Dan
tambah terluka lagi saat Ahra mengatakan.. “Aku iri padamu..”
“Sepertinya
memang harus ada yang kau jelaskan. Ceritakan saja.”kata Reina yang kini duduk
disebelahku. “Siapa Ahra? Apa dia ...”
“Dia anakku. Aku
menikah dengan Papanya sebulan setelah tinggal disana. Wanita itu
menjodohkanku. Aku tidak punya alasan menolak karena hari itu terakhir
pengembalian berkas untuk wali.”
“Kau mencintai
suamimu?”
“Entahlah. Awalnya
karena kuliahku dan sekarang karena dia.”
“Kau
mengatakan apa padanya.”
“Jangan
memanggil Mama dihadapan kalian.” Dengan cepat tangan Reina memukul kepalaku. “Aishh..
sakit.”aku meringis sakit. Melihat itu Ahra mendatangiku. “Kepala Mama sakit.?”ucapnya
lembut. “Maaf.. Kakak sakit yah.”ralatnya saat menyadari ada Reina di
sebelahku.
“IQ mu memang
tinggi. Tapi kau hebat juga membuat gadis kecil tak berdosa ini terluka. Bodoh.”
“Ahra.. dia Mamamu?”dia
hanya diam sambil menunduk. Saat aku ingin bicara Reina melarangku dan
menyuruhku diam. Ahra hanya diam tak berusaha menjawab. “Tante hanya ingin tanya
saja, dia ini Mamamu bukan?”
“Bukan.”jawab
Ahra sambil menangis. Dia menangis sesegukan dihadapan Reina. Aku diam membeku.
Di depan teman-temannya dia memperkenalkan aku. Rasanya sakit saat dia
mengatakan kata ‘bukan’ . “Jangan menangis. Maafin Mama yah sayang.”kataku
kemudian memeluknya. Ini pertama kalinya dia menangis karenaku. Dan itu sungguh
menyakitkan.
“Kalau Mamamu membuatmu
menangis bilang sama Tante yah sayang. Biar Tante pukul lagi.”
“Jangan pukul
Mamaku, Tante.”balasnya sesegukan. Aku mempererat pelukanku. Dan menghapus air
matanya kemudian mencium pipinya. “Ahra boleh menghukum Mama, kalau Mama
membuatmu menangis lagi. Oke.”dia hanya menganggukan kepala.
“Bagaimana
saat Vian tahu?? Apa kau akan mengatakannya?”tanya Reina yang menatapku
bingung. “Kau tau? Kenapa dia yang memberitahumu tentang pertunangan Gisel?”
Aku hanya
menggelengkan kepala. Dan merapikan pakaian Ahra. “Dia ingin melamarmu, Nona
Flora.”aku membeku. Ahra diam menatapku. Aku gak tahu harus mengatakan apa? Semoga
Ahra tidak mengerti masalah ini. Bodohnya Reina. mengatakan ini di depan Ahra. Aku
menutup telinga Ahra.
“Jangan
katakan apapun tentang Vian dihadapan dia. Kau tahu, Ahra mempunyai pendengaran
yang tajam.”
“Maaf. Aku hanya
bingung mau bagaimana membantumu.”
“Apa sebaiknya
setelah mengucapkan selamat aku pulang saja?”
“Ish.. bodoh. Mana
mungkin Gisel menerimanya. Dia pasti memaksamu untuk disina lebih lama.
“Harus bagaimana??
Kau tahukan aku selalu runtuh jika membuat pertahanan di depan Vian.”
“Ajak saja
suamimu kesini.”
“Untuk apa? Memperkenalkan
dia didepan Vian? Kau gila, Reina”
“Yak. Aku tahu,
membawa Ahra kesana saja sudah tanda tanya besar? Apalagi mengajak Ayahnya. Tapi
kau harus jujur cepat atau lambat.”
END
Flora Pov
Acara meriah
di hotel berbintang 5 itu pun berlangsung dengan lancar. Pertunangan Gisel
dengan Alex sangat membuat iri ketiga temannya. Flora sedikit iri melihatnya. Alex
adalah Kakak kelas mereka waktu SMP. Sebelumnya mereka pernah berebut perhatian
Alex namun Gisel lah yang mendapatkannya.
Ahra menikmati
keadaan pesta itu dengan kagum. Sebelumnya dia berbisik, nanti kalau besar ia
ingin acara tunangannya sama seperti ini. Reina dan Flora hanya tersenyum
mendengar gadis kecil ini. Reina dan Flora sibuk dengan candaan Eirin. Sampai terlupa
dengan keberadaan Ahra.
15 menit
berlalu..
Flora baru
sadar kalau Ahra tidak di sisinya lagi. Dia mencari Ahra dengan was-was. Reina
tidak tahu karena sibuk dengan acaranya. Dia ditunjuk sebagai MC disini. “Sedang
mencari siapa?” tanya laki-laki yang suaranya sudah disimpan baik di pikiran Flora.
Dia bingung harus menjawab apa.
Ahra melihat
orang-orang dengan wajah takut. Dia jarang diajak Yuji ke pesta. Dia menyesal
berjalan jauh dari Mamanya. Pertanyaan orang-orang yang bingung melihat anak
kecil disini malah membuatnya takut. Apalagi saat ada tangan yang memegang
pundaknya ... “MAMAAAA”.
Mendengar teriakan
itu Flora mencari asal sumbernya. Dia terkejut melihat Ahra duduk sambil
memeluk kedua kakinya. Dia menangis sesegukan. Tapi lebih terkejut saat melihat
orang yang sekarang berjongkok mendekati Ahra.
“Ahra kenapa
disini? “suara lembut itu membuat Ahra mendongak. “Papaa.. hikss hikss.”dia
memeluk Yuji dengan sangat erat. Yuji menggendongnya. Dia tak mau jadi tontonan
orang-orang di sekitarnya.
“Dia
bersamaku.”kata Flora tepat di belakang punggung Yuji. Saat Yuji membalikan
badan, dia tidak terkejut dengan istrinya. Tapi lebih bingung dengan seorang
cowok yang waktu itu bersamanya di halte.
“Kau tak minta
izin padaku membawa Ahra kesini.”
“Maaf.”
“Kau mau
pulang denganku atau tetap disini.”
“Tapi ini
acara teman baikku.”
“Aku tunggu 15
menit di mobil.”kata Yuji menjauhi Flora sambil memeluk erat Ahra. Ahra hanya
diam saja di peluk Papanya.
“Ada yang
ingin kau jelaskan Nona?”tanya Vian setelah kepergian Yuji. Flora hanya diam
membisu. Ini bukan saat yang tepat menjelaskan. “Maaf.” Katanya kemudian
berlari ke arah Yuji.
“Kau tau
masalah inikan Rei. Jangan pura-pura tidak tahu.”
$$##my_destiny$$##
Di mobil hanya
ada keheningan. Ahra sudah lelap tertidur di bangku belakang. Sementara Flora
hanya diam membisu menemani Yuji di bangku depan. Dia tak berani bicara atau
menatap laki-laki itu.
“Alex temanku.
Aku disana karena dia.”
“Aku ragu saat
ada anak kecil mirip Ahra. Karena aku tahu dia bersamamu dirumah. Tapi saat dia
menangis dan memanggilmu aku jadi ragu dan mendekatinya. Dia menangis tanpamu. Setelah
itu kau datang dengan orang lain. Bisa kau jelaskan.”
“Maaf.”
“Permintaan maaf
mu percuma. Aku tidak pernah butuh itu.”
“Ahra lepas
dari jangkauanku. Aku benar-benar minta maaf.”
“Siapa
laki-laki itu?”
Flora hanya
diam membisu menjawab pertanyaan itu. Ini pertama kalinya suara Yuji tegas dan
lebih dingin. Dia sesekali memandang Flora namun tetap fokus menyetir. Sampai 5
menit tak mejawab Yuji memberhentikan mobilnya. Dan dia menatap Flora sangat
dalam.
Flora tetap diam
dan lebih senang memperhatikan high heelsnya. Dengan cepat Yuji memegang
bahunya Kemudian dia mendekatkan
wajahnya ... CHUP ...
Ciuman
pertamaku... meskipun aku berhubungan dengan Vian. Aku selalu menolak melakukan
itu. meskipun kadang Vian terima alasannya, kadang dia juga memaksa. Tapi aku
selalu berhasil menghindarinya.
Tapi kenapa
dengannya aku diam dan menikmatinya. Aku
ingat ucapan Mama..
Jantungmu akan berdetak lebih
cepat
Hatimu seakan bergemuruh kencang
Semua pikiran dan teori di otakmu
hilang
Yuji
memelukku, ini pertama kalinya dia melakukan ini. Melakukanku sebagai wanita
yang patut di sayangi. Dia mencium pipiku. Kemudian berbisik .. “Ahra
kehilangan Mamanya waktu kecil, aku tidak ingin dia kehilangan lagi. Aku janji.
Aku akan belajar mencintaimu dan menjadikanmu dan Ahra prioritasku. Tolong
jangan pergi.”dia mencium bibirku lagi dengan lembut. Bisa kurasakan kehangatan
bibirnya. “Kita sudah sampai, Mah?”
THE END
0 komentar:
Posting Komentar