Miss Timezone
Aku tidak tahu cinta pada pandangan pertama
itu apa? Sampai aku bertemu dengannya, gadis bermata biru yang tajam. Membuat semua orang takjub atas kuasa-Nya. Memang
terlihat unik mengetahui hal itu bagi orang berdarah asia seperti masyarakat
negara kami. Aku tidak pernah bosan
memperhatikannya.
Rambutnya di biarkan terurai namun tetap
manis dengan poni belah kirinya. Wajahnya sangat sulit diuraikan, bagaimana
tidak? Saat menatapnya dari dekat aku terkesima dengan makhluk Tuhan yang indah
itu. alis dan matanya sangat serasi, hidungnya yang mancung membuat bibir
mungilnya terlihat menawan dan ingin sekali dirasakan (?). terkesan unik dengan
pipinya chubby yang terlihat merona kalau dia tersenyum malu.
Akh ingin sekali ku mengenalnya. Namun selalu
ku urungkan niat. Saat dia?? Apa yang akan kalian pikir? Seorang gadis yang
usianya kira-kira 16 atau 17 tahun bermain timezone seperti anak laki-laki yang
berusia 8-14 tahun. Dia berteriak saat kalah atau menang, kadang memainkan
tombol di depannya dengan keras dan seenaknya. Kadang pula ikut andil bersama
anak-anak disebelahnya.
“Kak. aku mau main itu.”kata Tria. Anak kecil
ini sepupuku yang sangat sulit di atur. Entah kenapa aku selalu mau bila
dipaksanya ke salah satu Mall di kotaku untuk menemaninya main Timezone. Usianya
baru 8 tahun tapi kenakalan dan kepintarannya melebihi anak-anak seusianya.
“Kak. ayoo...”paksanya saat aku diam tak
memberikan respon. Dia mengajakku ke arah seseorang disana. Kalian pasti bisa
menebak?? Ya. Ke arah gadis manis yang selalu ku perhatikan itu.
“Aizzz... siall,, ayo lawan lagi. Aku tidak
mau kalah denganmu.”suaranya lembut itu melengking membuat orang disekitarnya
memperhatikannya. Tak diacuhkannya bisikan sekitarnya, ia masih menatap ke
layar game tersebut. “Kakak. Kita gantian yah.”
Suara memelas Tria padanya membuatku tak
bisa berkutik. Wajah lugu dengan tatapan tajam itu diperlihatkan Tria hanya
pada orang-orang tertentu. Kalau aku di posisi gadis itu, aku sudah pasti memastikan
mempersilahkan Tria main. Tapi tidak dengannya. “Sebentar lagi ya, dek.”jawabnya
tanpa menatap Tria.
Aku sudah tahu dengan kenakalan sepupuku
itu. Dia tidak akan terima siapapun atau apapun menghalangi keinginannya. Yah,
semua yang dia inginkan harus di penuhi saat itu juga. Dengan wajah lugunya
itu, ia mengambil koin timezone gadis itu dan berlari kencang ke arah ku. Semula
gadis itu tak sadar tapi.. “Koinku mana?”katanya berteriak. Saat melihat ke
arahku, dengan sengaja Tria menjulurkan lidahnya pertanda mengajak perang.
Mungkin karena keasyikannya di ganggu, gadis
itu berlari ke arahku. Beberapa menit kemudian melewatiku setelah Tria
melarikan diri dari sebelahku. Meskipun siang itu banyak pengunjung tak membuat
keduannya berhenti. Gadis itu berusaha mengupayakan tangannya untuk menarik
Tria.
“Hey.. anak kecil. Kembalikan koinku,
cepaatttt.”
Bruukkkkkk
“Maaf..”suara lirih itu membuatku
menghampirinya. Gadis itu menabrak salah satu petugas yang membawa beberapa
hadiah yang akan di letakan di lemari pajang. Sayangnya, bukan di lemari pajang
boneka dan beberapa permainan tembakan berserakan di lantai. Hasil dari
tabrakan itu.
“Anda harus ganti rugi.”ucap petugas itu
dengan nada keras. Membuat gadis manis tadi merasa tak enak dan sesegara
mungkin membantu mengumpulkan hadiah itu. Itu tontonan yang paling tak akan aku
lupakan, ‘biasanya karena anak nakal itu aku yang akan tertimpa kesialan. Sekarang
ada juga penggantiku hari ini.’pikirku sambil senyum kemenangan.
Pikiran licik itu segera ku hilangkan dan membantu
mereka mengumpulkan hadiah itu. “Saya yang akan ganti rugi.”kataku tegas,
membuat keduanya menatapku bingung. Namun karena penjelasan yang baik masalah
dengan petugas itupun selesai.
“Maaf .. ini karena ulah adikku.”kataku saat
bersamanya. Dan memaksa Tria meminta maaf dan mengembalikan koinnya. Dia hanya
menatap kami penuh arti. Kemudian mengalihkan perhatiannya ke arah lain. “Ish..
kartu gameku tertinggal.”katanya berlari tanpa memperdulikan ucapanku tadi. “Heii
Nona.”teriakku saat dia sudah jauh. Tak ada tanggapan darinya membuatku agak
kesal.
“Ayo Kak. pulang.”ajak Tria.
Hari ini berlalu dengan cepat.
***
“Sedang melamun apa Kak?”katanya sambil melambaikan
kelima jarinya ke depan mataku.
“Aku sedang mengenang sesuatu.”kataku setelah berhasil
keluar dari lamunanku. Kemudian aku menatapnya penuh arti. “Heii Nona, weekend
ini aku malas ke Mall.”lanjutku sambil memperhatikan reaksinya.
Semenit kemudian dia melihatku dengan tatapan tajam. Ya,
tatapan yang membuatku jatuh cinta pada pandangan pertama.
Kalian tahu siapa gadis ini? Namanya Mahadewi Aira, gadis yang kutemui di timezone dan mengacuhkan permintaan maafku. ternyata
dia adik kelasku. Aku sedikit terkejut, wajah manisnya tak bisa cepat pergi
dari pikiranku meski saat awal masuk sekolah dengan kejadian itu berlangsung
sebulan.
Aku sering mengerjainya saat MOS semata-mata hanya
ingin mendekatinya. Kadang bersikap cuek dan dingin padanya hanya iseng karena
sikap cueknya atas permintaanku di timezone waktu itu.
“Mengenang siapa? Kakak berani ya memikirkan cewek
lain.”katanya menyelidiki. Mengenalnya lebih jauh membuatku semakin suka. Bukan
wajah manis yang selalu terhias diwajahnya, tapi karena sikap manjanya dan
rajukannya membuatku merasa memelihara anak kucing (?). “Baik. Kita ga ke
Timezone, tapi jangan pikirkan cewek lain.”tambahnya. membuatku semakin kuat
ingi memeluknya. Kalau tidak ingat ini sekolah sudah ku peluk erat tubuhnya
itu.
“Kau cemburu atau merajuk.”ledekku. senang sekali
membuatnya ngambek. Wajahnya akan berubah menarik di saat itu. apalagi saat dia
bertengkar dengan Tria jika bermain timezone bersama. Akh.. benar-benar menarik
membuatku semakin suka.
“Hei Adnan... kenapa masih disini? Kau lupa hari ini
ada rapat OSIS?”panggil temanku, Leo. Dia teman dekatku sekaligus yang membuat
hubunganku dengan Aira seperti ini. “Aku pergi ya.”kataku meninggal Aira yang
masih bingung pertanyaanku tadi.
“Yak ... Kakak..”teriaknya beberapa menit kemudian. “Seenaknya
meninggalkan aku.”katanya lagi. Membuatku tersenyum kemenangan. Leo hanya
menggeleng-gelengkan kepala melihat ulah ku yang aneh saat bersamanya.
Dia temanku dari SD. Alasan utamanya karena rumah kami
bersebelahan dan mempunyai hobi yang sama. Tapi tidak untuk wanita. Dia lebih
suka yang lebih tua dari umurnya di banding yang muda seperti Aira.
“Kau bilang dia Miss Timezone, ku rasa kau sudah
terpengaruh olehnya dan Tria.”ejeknya sambil tetap memandang ke depan.
“Siapa bilang? Aku hanya menemani saja tanpa ikutan?”elakku
tak mau disamakan. Yah, memang sejak saat itu, Aira selalu menghabiskan weekend
kami di salah satu Mall yang mempunyai games favoritenya itu dari pertama buka
sampai hampir mau tutup. Tria dengan senang hati menemani meskipun kelihatan
lelah dia sulit mau mengakuinya.
“Kau lupa. Kau tidak hadir saat latihan basket karena
menemani Miss mu itu.”
“Hahaha.. tapi aku tau tim kita akan selalu menang
karena ada kau.”
“Yak. Kau mengorbankan aku demi kepuasan Nona mu itu.”
“Hahahahha.. wajahmu aneh. Sudah ku bilang. Lepaskan
status single mu itu dan kau akan tau rasanya.”
“Lebih baik aku single daripada punya pacar maniak
timezone sepertinya.”
Plakkkkkk.... ku pukul kepalanya setelah itu. dia
meringis kesakitan dengan wajah yang menyedihkan. Aku rasa itu disengaja.
“Hei.. jangan memukul kepalaku ini.”
“Kenapa?? Apa kau takut kebodohanmu itu jadi menyebar
ke seluruh otak. Hahahahha...”
“Kau kira itu penyakit. Seenaknya bicara.”
“Ya. Itu penyakit untukmu. Hahahahha...”
Minggu ini aku ada jadwal latiahan basket di taman. Itu
aktivitas rutin ku sebenarnya, yang akhir-akhir ini terabaikan karena kehadiran
Aira. Dia pasti akan merajuk memaksaku menemaninya ke Timezone dan menghabiskan
waktu disana. Melihat kedatanganku mereka semua terkejut. Yah, aku sudah absen
sebulan dari latihan ini. Dan tak ada kabar yang aku berikan ke mereka.
Meskipun begitu, tetap saja latihan hari ini berjalan
seperti biasa. Dan menguras tenagaku luar biasa. Selain pelajaran olah raga di
sekolah, aku jarang berolahraga lagi. Membuat semua ototku sedikit terkejut
karena terbiasa santai.
“Permainanmu menurun, Van.”kata Leo saat kami
istirahat. Aku hanya diam mendengarnya. Ku akui kondisiku jadi menurun. “Seharusnya,
Nonamu itu mengerti hobimu dan hobinya beda.”ejeknya licik menatapku.
“Aku rasa begitu.”kataku dingin. Kemudian memainkan bola
basket di tanganku, aku mencoba memutarkan bola itu dengan satu jari. Hal yang
dulu biasa ku lakukan jadi terlihat kikuk saat ini. Sudah beberapa kali tapi
hasilnya gagal. Dan itu membuat beberapa temanku yang lain jadi tertawa puas.
“Van, ku rasa otakmu bukan disini tapi di timezone
sana.”
“Terserah kau saja.”
“Hei kau tak nyambung di ajak bicara.”
“Sepertinya ini ejekan bukan suatu obrolan yang baik.”
“Advan, kau tahu Aira akan pindah.”
Deg .... kenapa terasa ada angin yang berhembus kencang?? aku rasa saat ini panas dan pohon sangat jauh dari tempatku.
"Aira akan pindah akhir semester ini. dia belum bilang?"
benar-benar hantaman keras.
0 komentar:
Posting Komentar