Jumat, 01 Juni 2012

Belum Waktunya


Belum waktunya

“Aku suka sama kamu.”
“Maaf. Tapi aku ga bisa terima kamu sekarang.”

Semenjak kejadian itu aku berusaha untuk menjauh dan menjaga jarak dengannya. Untung saja kenaikan kelas ini aku tidak sekelas lagi denganya. Aku masuk ke kelas 2.A dan dia beserta teman-temannya terdampar di kelas 2.C. Sayangnya juga aku dan teman dekatku berbeda kelas, kami harus memulai kehidupan baru. Menyebalkan sih harus beradaptasi lagi, tapi mau bagaimana lagi? Aku tidak ada kewenangan untuk memprotesnya? Siapa aku?

Seminggu berlalu dikelas baru, aku sudah bisa melupakannya, meskipun agak sulit karena aku dan dia sering bertemu di koridor. Untuk ke kelasnya dia harus melewati kelasku dan aku duduk di dekat pintu kelas. Membuatku sedikit menyesal memilih disini. Seharusnya kalau ingin benar-benar menghindar tak ada alasan untuk tahu lagi tentangnya.

“Flora ..... Flooooo”sapa Vina, dia teman baruku yang sekarang duduk disebelahku.


“Apa?”jawabku agak malas. Vina hanya menelan ludah mendengar reaksiku. Meskipun kami baru satu kelas, sewaktu pendaftaran masuk kami sempat berkenalan. “Tuh guru mau masuk. Kamu mau kena lemparan penghapus lagi.”jawabnya lembut.“Iya.”kataku.

Akhirnya pelajaran hari ini berlalu juga, tapi karena jadwal piketku. Vina pulang duluan bersama yang lain. Entah apa yang membuatku harus bersyukur atau merutuki kesialanku. 5 menit setelah mereka pergi, aku melihat Kevin masuk ke kelasku dan duduk di tempat duduk ku. Karena itu aku dengan cepat duduk di lantai. Bersembunyi saat dia mengedarkan pandangan ke seluruh kelas.

Setidaknya aku beruntung, saat dia datang, aku sedang di ujung kelas mengambil beberapa sapu. “Loh Kevin, sedang apa?”tanya Karin, teman yang satu regu piket denganku. “Sstt.. aku sedang bersembunyi. Bisa jangan bilang siapa2?katanya sambil meletakkan telunjuk di bibirnya.

Setelah itu Karin berjalan menuju ke arahku. “Oia Vin. Lihat Flora nggak?”tanyanya lagi. Yang ditanya hanya menggelengkan kepala sambil mengintip keluar kelas. “Loh Flora. Ngapain disitu?”katanya lagi saat melihatku duduk bersimpuh di lantai. Terlihat wajahnya yang keheranan melihat sikap anehku. “Hehehe.. tadi aku mencari gantungan ponselku.”kataku mencari alasan sekenanya.

Aku hanya tersenyum aneh pada Karin lalu bangun sambil memegang gagang sapu agak takut. Aku sedikit melirik ke arah Kevin, saat itu dia hanya menatap aneh saat kemudian melanjutkan kegiatannya yang tak jelas itu. Aku hanya diam saat Kevin berbicara dengan Karin. Tak terasa waktu berjalan dengan cepat. Aku dan Karin selesai mengerjakan tugas kami kemudian meletakkan semua peralatan ke tempat semula.

“Vin. Mau sampai kapan disitu?”

“Emang sudah selesai piketnya.”

“Udahlah. Nggak liat udah bersih.”

“Ooh.. baguslah. Tugas merhatiin kamu piket selesai juga.”

“Hahh.”

“Bercanda. Udah ya aku duluan.”

Kulihat wajah Karin merah merona. Siapa yang tidak menyukai Kevin? Wajahnya yang tampan adalah nilai plus mendapatkan hatinya. Anaknya supel, IQ nyapun di atas rata-rata, guru, penjaga sekolah dan satpam pun mengenal kepribadiannya yang ramah. Banyak yang suka padanya dan mengatakan suka. Tapi dengan lembut di tolaknya dan di ajak berteman.

Aku termasuk fans yang menyatakan cinta. Beruntungnya aku meskipun ditolak aku melakukannya dengan tanpa wajah. Maksudnya, aku mengatakan suka melalui SMS. Mungkin norak dan agak pengecut, tapi menulis beberapa kata itupun sudah berulang kali kulakukan.

“Florra.”katanya dengan agak kesal. “Kenapa jadi sering melamun sih.”keluhnya saat aku tak sadar juga dengan panggilannya. Ia kemudian menarikku keluar kelas. Cuaca saat ini agak mendung, membuatku agak takut kehujanan. Jarak rumahku agak jauh dari Karin ditambah kendaraan jam segini pasti sangat sulit.

“Maaf yah Flo. Aku dijemput Kakakku.”katanya dengan menyesal. “Gak apa-apa kok, aku bisa pulang sendiri.”jawabku menenangkannya.

5 menit setelah kepergiannya, hujan turun dengan deras. Mengurungkan niatku untuk segera pulang. Suasana yang dingin dan sepi seperti ini membuat bulu kudukku merinding. Saat mengedarkan pandangan ke sekitar aku merasa ada orang yang berjalan ke arahku. Sebenarnya aku ragu untuk melihatnaya, makanya aku diam dan sedikit menutup mata sekaligus berdoa dalam hati, semoga semua itu hanya halusinasiku saja.

Beberapa saat berlalu memang tak ku dengar suara langkah kaki. Tapi aku merasa ada orang di belakangku. Aku menggerakkan jariku untuk memilih diam saja atau menengok tapi semua itu hilang saat ada gerakan tangan mengarah kebahuku.

“AAAAAAAAAAAAAAAaaaaaaaaaaaaaaaaa.”teriakku agak keras secepat kilat ku menutup mata dengan kedua tanganku. “Tolong jangan ganggu aku, aku gak ngelakuin apa-apa kok. Tolong..”kataku lirih.

“Hahahahha...”tawa itu menggema dari arah belakangku. Dengan cepat aku menoleh ke arahnya. Dan itu Kevin?? Dia tertawa puas melihat ketakutanku tadi. Kesal dan malu membuatku menggenapkan hati untuk berlari melawan hujan itu. Dia sudah menolakku dan sekarang menertawakanku. Ini benar-benar hari sialku.
***
KEVIN POV

Aku menyesal membuatnya berlari ditengah hujan. Saat ingin mengejarnya, kunci motorku tertinggal di kelas. Itu membuatku berlari ke lantai 2, itulah membuatku kehilangan jejaknya. Sampainya dirumah, sebelum membersihkan diri, aku berniat menelponnya dan meminta maaf. Tapi sayangnya, nomornya itu sudah tak aktif. Dia tidak apa-apakan? Aku mengutuk diriku sendiri kalau sampai terjadi sesuatu padanya.

Keesokan paginya aku mengedarkan pandangan pada kelasnya, tapi tak aku temukan dia juga. Aku mengajak ngobrol salah satu temanku yang sekelas dengannya, tapi dia juga tidak kunjung datang. Sampai bel berbunyipun dia juga belum datang. Apa dia sakit?

Dengan agak berlari aku melihat ke arah kelasnya. Ternyata dia sedang menulis di papan tulis. Tapi kenapa dia tidak ada saat aku menunggunya? Syukurlah dia tidak apa-apa. “Ternyata ingin melihat salah satu anak cewek kelas A yya.”ejek teman-temanku saat melihat sikapku aneh pagi ini. Dengan langkah cepat aku menggeret salah satu dari mereka untuk ke kantin. Aku sampai tidak sarapan karna dia? Akh kenapa selalu dia yang ada di otakku?

Apa karena pengakuannya dulu? Sejak itupun dia selalu menghindariku? Kalau saja dia tahu keadaan sebenarnya, apa kita masih berteman baik?

“Jangan bilang kalau memikirkan dia?”bisik Bima, salah satu teman dekatku. Dia sudah berteman lama dengaku, kadang aku bercerita tentang cewek-cewek yang menembakku.
“Dia siapa?”kataku mengelak. Dengan wajahnya yang menyebalkan itu menatapku dengan tajam. Kemudian tertawa, membuat beberapa temanku jadi bingung. Bima sedikit aneh? Disaat orang lain serius, dia bercanda, kadang beberapa minta pendapat dia malah bersikap aneh. Tapi satu hal yang tidak di miliki kebanyakan orang. Sikapnya itu menenangkan. Meskipun responnya aneh tapi dia tidak pernah meremehkan. Nilai plus yang unik.

“Yah, kalau dipungkiri terus mending buatku saja.”ejeknya lagi setelah menyelesaikan tawa menyebalkannya itu. Aku memasang mata tajam seperti ingin membunuhnya dia tertawa sambil memasang kuda-kuda. “Berani mendekatinya, jangan salahkan aku jika wajahmu yang menyebalkan itu biru.”ancamku lalu pergi.
***
“Fiuhh..”suara lega seseorang memaksaku menengok kesebalahku. Dia? Flora terlihat pucat dan lelah berdiri di sampingku. Biasanya dia akan menghindar bila di dekatku, tapi kenapa dia diam saja sambil menunggu pesanannya. Apa mungkin dia tidak merasa ada aku disebelahnya.

“Vin, pesenin somay ya.”suara Bima keras membuat konsetrasiku buyar. Disaat seperti ini ada saja gangguannya. Kenapa susah sekali berada di dekatnya. Dan benarkan? Saat dia melihatku, dia kemudian berlalu. Sebenarnya dia pergi karena memang pesanannya sudah di tangannya, tapi kan aku bisa menatapnya agak lama lagi. “Nih..”kataku kesal pada Bima.

END POV

“Kenapa aku tidak merasa dia disebelahku tadi? Biasanya jantungku akan berdetak kencang bila ada dia? Apa mungkin karna badanku yang tidak enak?”gumamku sambil membawa pesananku dengan Andin, teman terdekatku yang sekarang sekelas dengan Kevin.

Aku berjalan ke ujung kantin. Disana Andin dan Karin sudah menungguku. Mereka terlihat akrab dengan beberapa anak cowok, mereka memang supel? Berbeda denganku. “Katanya bakalan ada anak baru dikelasmu, Din.”kata Karin mengalihkan topik sebelumnya. Aku yang di depannya hanya menatap penuh tanya dan meminta jawaban. “Katanya sih anak cowok juga. Kenapa sih harus kelas C?? Secara gitu semua orang tahu, kelas A yang lebih lebih dan lebih.”lanjutnya sedikit meledek. Membuat anak kelas C yang disebelahnya menatap tajam Karin. Ehh,, yang ditatap malah senyum-senyum gila.

“Bagus donk. Berarti kalian bisa berkunjung ke kelas kami.”jawab salah satu anak cowok di sebelahnya. Aku hanya diam. Malas ikut andil dalam pembicaraan tak jelas itu. “Kamu nggak apa-apa kan Flo? Dari tadi diam aja?”tanya Andin agak berbisik ke arahku. Dia memegang dahiku, “Wah badanmu panas Flo. Ayok ke UKS.”kata Andin berteriak. Membuat semua orang disana menoleh ke arahku. Mereka menatapku dengan agak aneh. Dan itu membuatku melirik tajam ke arah Andin. Sementara dia malah cuek dan bangun dari bangkunya kemudian menarikku ke UKS. “Puas mempermalukan aku.”kataku tegas. Dia hanya diam dan tetap menarikku.

Sampainya di UKS. Dia meminta temannya yang jaga untuk mengobatiku. Dan memaksaku untuk istirahat di sini. Seberapapun aku menolak dengan tegas dia melarang. Dia memang sangat sulit untuk di lawan. Yah, setidaknya aku tak bertemu siapapun disini. Aku hanya duduk memandang taman sekolah yang sekarang jarang aku datangi. Dulu alasanku kesini adalah melihat Kevin yang duduk membaca buku sambil mendengarkan earphone. Hanya memandangnya saja, jantungku berdetak kencang dan wajahku memerah.

Sekarang karena menghindar darinya, segala tempatpun aku jarang kunjungi. Kegiatanku hanya, dikelas atau kantin. Sangat aneh, tapi susah untuk melupakan dia. Sekarang aku malah berjalan ke arah jendela yang menghadap taman itu dan melihat dua orang disana. Aku terkejut melihatnya. Dia?? Dia bersama cewek? Pantas menolakku.

“Maaf. Sudah ada orang yang ku suka.”katanya dengan agak menyesal. Aku bisa mendengarnya meskipun samar-samar.

“Aku boleh tahu dia siapa?”balas cewek itu dengan nada lembut. Gladis namanya, dia salah satu cewek yang populer. Dia sekelas denganku. Banyak yang menyukainya tapi tak ada satupun yang ia terima. Jadi karena Kevin? ‘Stop it, jangan ikut campur urusan orang lain lagi, Flo’kataku dalam hati.

“Dia juga sekolah disini. Tapi namanya aku rahasiakan. Hehehe”kata Kevin mencoba menghibur.

Wait! Tunggu! Ada yang dia suka? Di sekolah ini? Siapa? ‘Flora ini bukan urusanmu’kataku mengintruksi semua bagian diriku yang memikirkan cowok cuek itu.
***
“Hai.”katanya saat aku melewatinya. Aku hanya diam dengan sapaannya, karena kurasa itu bukan aku. Aku terus berjalan ke arah gerbang sampai tangan itu menarikku agar berhenti. “Bisa bicara sebenrar”katanya dengan serius. Aku hanya diam memandangnya. Sejak kapan dia mau berbicara denganku.

“Mau apa?”tanyaku ragu. Dia memandangku dan melepas tangannya di tanganku. Sedikit mengecewakan tapi ini pertama kalinya dia menggenggam lembut tanganku.

“Aku antar pulang yah.”katanya sambil menarikku naik ke motornya. Dia tak menunggu jawaban dariku. Benar-benar senaknya? Dia terus menarikku sampai naik ke motornya. Untung hari ini sepi? Kalo nggak, habislah aku dengan tatapan iri para fanssnya. Dia menaiki motornya dengan kencang melewati jalan yang sama sekali berbeda arah denganku.
Aku sudah memberi aba-aba tapi sama sekali dia tak menghiraukan. Dia mengajakku ke tempat yang sama sekali belum ku tahu. Jalan ini belum pernah aku lewati meskipun dari lahir aku tinggal di kota ini. Sekitar 15 menit akhirnya dia berhenti di rumah yang mungil tapi asri. Aku turun dan menatap kagum rumah itu.

Banyak tanaman indah disana, jarang sekali ada rumah yang damai seperti ini. Setelah memarkir motornya, lagi-lagi dia menggandeng tanganku untuk masuk. Pintunya tidak terkunci. Dia masuk ke ruangan yang bercat biru langit yang di design khusus sepertinya, banyak peralatan kesehatan disini. Aku sedikit terkejut? Memangnya siapa yang sakit?

“Kevin.”sapa seorang wanita yang baru keluar dari salah satu ruangan yang lain. Kemudian berjalan ke arah kami dan menatapku dengan sangat lembut. “Ada apa?”katanya menatap Kevin.

“Periksa dia, Kak.”katanya dengan tegas. Aku sedikit terkejut mendengarnya. Jauh-jauh kesini hanya untuk memeriksa keadaanku. Aku hanya menatapnya heran. “Ayo.”ajak wanita itu padaku. Aku mengikutinya sampai ke ruangan yang kecil tapi rapih itu. Aku hanya diam melihat wanita itu mengambil alat yang dibutuhkannya. Kemudian ke sebelahku sambil tersenyum.

“Namaku Cita. Aku Kakaknya Kevin.”katanya mengawali pembicaraan. Dengan telaten dia mulai memeriksa keadaanku.

“Namaku Flora, Kak.”jawabku gugup.

“Pasti terkejut yah. Dia pasti memaksamu untuk ikut.” Aku hanya tersenyum mendengar pertanyaan itu. dia pasti sangat tahu sifat adiknya itu.

“Dia akan selalu panik dengan semua orang yang paling disayanginya?”

“Sayang?”

“Loh!! Kamu bukan pacarnya?”

“Bukan Kak, aku hanya temannya.”

“Berati teman dekatnya yah.”

“Aku hanya teman sekelasnya waktu kelas 1. Sekarang kami beda kelas.”

“Begitu yah. Sayang sekali.”

Tunggu, sebenarnya maksud Kak Cita apa? Paling disayangi? Pacar? Teman dekat? Dan Sayang sekali? Aneh! “Kevin tidak pernah mengajak siapapun kesini kalau orang itu tak penting di hidupnya.”barusan Kak Cita bicara apa? Kenapa seolah-olah aku merasa di perlalukan istimewa. Sebenarnya apa maksudnya? Dia sudah menolakku kok dengan tegas.

“Jangan racuni dia dengan omongan Kakak yang aneh.”suara Kevin dari arah pintu. Kak Cita hanya melihat tajam ke arahnya, kemudian menyudahi pemeriksaannya padaku. “Bagaimana keadaannya.”kata Kevin yang mendekati kami.

“Dia kelelahan saja.”jawab Kak Cita lalu memandangku. “Apa kemarin kehujanan? Sepertinya kamu punya magh yah.”katanya menatapku dengan ramah. Dia seperti dokter, tapi kenapa di rumah mungil yang jauh dari jangkauan masyarakat pada umumnya. Aku hanya mengangguk. “Ini.. sebelum mengantarnya pulang tebus dulu resep itu ke apotik.”katanya pada adiknya itu.

“Tidak ada yang seriuskan?”

“Tidak ada. Wajahmu jangan seperti itu? Aku ini dokter.”

“Aku hanya ingin memastikannya saja. Kau kan suka bercanda.”

“Kau meragukanku, anak kecil. Kalau begitu jadilah seorang dokter, jadi tidak usah membuat orang lain merasa bingung atas sikapmu.”

“Aku hanya bertanggung jawab atas salahku. Dia kehujanan gara-gara aku.”

“Kau memang adikku yang menyebalkan. Sedingin itukah pada korban sikapmu itu.”

Meskipun sedikit sakit saat ucapannya itu. Aku bisa terhibur dengan pembelaan Kak Cita padaku. Senang rasanya punya saudara. Aku anak tunggal, jadi selain Bibi tak ada yang menemaniku. Orang tuaku sibuk dengan urusan mereka. Melihat mereka aku tertawa, ini pertama kalinya aku tertawa pada dua orang yang tak ku kenal.

Karena tawaku, perhatian mereka ke arahku. Mungkin merasa aneh, karena disini aku saja yang tertawa. Sulit untuk membuat tawa ini berhenti. “Kamu lebih menarik saat tertawa.”kata Kak Cita. Yang sukses memberhentikan tawaku. Kevin hanya diam kemudian berjalan keluar, “Ayo kita pulang. Bisa gila kau terlalu bersama dokter aneh itu.”katanya sebelum menghilang di balik pintu kayu itu.

Dengan cepat aku turun dari tempat tidur. Dan merapikan pakaian yang agak berantakan. “Terimakasih ya, Kak.”kataku sebelum beranjak pergi. “Dia sulit di dekati, jadi jangan berhenti ya untuk berteman dengannya.”kata Kak Cita serius. Aku memandangnya penuh tanda tanya. “Kapan-kapan datanglah kesini? Itupun kalau kamu berminat pada cowok dingin itu.”lanjutnya sambil tersenyum penuh arti.

Aku hanya membalas senyumnya dan beranjak meninggalkannya. Kevin sudah menstarter motor dan memakai helm. Dia sudah siap mengantarku pulang. Aku naik ke motornya. Semenit kemudian dia menjalankan motornya dengan sangat kencang, melebihi kecepatannya dari sebelumnya. Membuatku mau tak mau memeluk urat punggungnya jika tak ingin sesuatu buruk terjadi.

Hangat dan menenangkan. Aku menyenderkan tubuhku ke punggungnya kemudian terlelap.

0 komentar: