Sebelumnya ::
“Kamu kenapa?”katanya mengagetkanku. Sepertinya
keluhanku membuatnya terbangun. “Ini.. tadi aku beli di supermarket.”kataku
sambil memberikan belanjaanku tadi. Wajahnya malah berubah jadi aneh dan itu
terlihat menyebalkan. Tapi diterima juga, ia tak banyak bicara dan langsung
memakan pemberianku tadi. Kemudian melanjutkan istirahatnya lagi. Baguslah,
setidaknya aku tak membuatnya mati kesakitan. “Terimakasih.”katanya pelan. Tapi
itu membuat hatiku lega dan sedikit senang. Perasaan apa ini? Jangan, jangan
sampai aku lebih menyukainya dari sebelumnya. Sadar CRYSTAL!!! Yuji tidak
pernah menyukaimu.
Aku masih ingat ucapannya waktu itu. Mungkin tepatnya
setahun yang lalu, Mama dan Tante Dina, mamanya. ingin menjodohkan kita dan
dengan tegas dia menolaknya. Sekalipun dengan suara lembut tapi itu terasa
menyakitkan, belum dijalani tapi dia sudah menolak mentah-mentah. Penolakan itu
awal dari sikap dinginnya padaku, dia selalu menghindar setiap aku menemani
Mama mengunjungi rumahnya. Pernah Tante Dina memaksanya mengantarkanku, dengan
terpaksa ia mau tapi di tengah jalan ia menurunkanku dengan alasan ada urusan
penting. Akibatnya, aku harus menunggu 2 jam, karena di daerah itu jarang ada
kendaraan umum yang lewat. “Jangan pernah
menyukaiku, sudah ada orang yang mengisi hatiku. Aku harap kita saling
mengerti.”katanya sebelum menurunkanku. Semenjak itu, aku selalu menolak
bertemu dengannya, paksaan atau rayuan Mama tak akan membuatku mengatakan
‘iya’.
Sebenarnya aku enggan meminta bantuannya menjemput
Sila, sahabat penaku yang sekarang akan
tinggal di kota yang sama denganku. Tapi aku tidak mungkin memaksa Kak Rama
atau Rio menemaniku, karena dari dulu kami memang tidak akrab. Dan tidak
mungkin aku mengendarai mobilku karena aku tidak hapal dengan daerah ini.
Sesampainya di bandara, aku mencari parkiran yang
strategis kemudian mengambil kacamata dan tasku. Sebenarnya ingin mengajaknya
kedalam tapi aku masih enggan akrab dengannya. “Aku tunggu disini
saja.”suaranya membuat keyakinanku pupus, meskipun ia tidak melihatku, tapi
rasanya suara itu seperti tatapan menusuk yang siap membunuh siapapun yang
melihat.
“Kalau ingin pulang silahkan, aku akan naik taksi.
Maaf menyusahkanmu.”kalimat itu meluncur begitu saja dari mulutku. Tanpa
menunggu jawabannya aku langsung membuka pintu mobil. “Kalau menyesal jangan
menyuruhku seperti ini lagi. Aku akan minta pertanggungjawabanmu setelah
ini.”katanya lagi sambil membuka pintu. Kemudian berjalan ke arah pintu keluar
domestik. “Ayo cepat, aku lapar.”lanjutnya lagi karena melihatku diam saja di
sisi mobil.
End Cryst@l
POV
2 jam berlalu dengan cepat, Sila dan Mamanya sudah
bersama dengan Crystal dan Yuji di mobil. Mereka sudah setengah perjalanan dari
bandara. Ini pertama kalinya Crystal dan Sila bertemu, meskipun semua hal
Crystal ceritakan pada Sila tapi kenapa saat bertemu langsung rasanya canggung.
Mungkin karena biasanya mereka hanya melalui chat atau dengan video call.
“Mau daftar dimana, Sil?”kata Yuji memecahkan
keheningan. Ia melihat dari spion keadaan Crystal dan Sila yang terasa aneh.
“Sudah jangan di ganggu, Nak. Mungkin butuh proses, biasanya mereka komunikasi
melalui telpon saja.”jawab Tante Ana, Mamanya Sila santai. Ia melihat Yuji
dengan perasaan kagum yang besar, wajah Yuji yang tampan, sikapnya yang lembut
dan ramah. Ingin sekali anaknya itu mempunyai pacar seperti laki-laki di
sampingnya ini. “Sudah punya pacar?”kata Tante Ana menyelidiki. Yuji yang ditanya
malah bengong dan menolak untuk melihat pandangan menyelidiki itu. “Kenapa
Tante?”kata Yuji masih dengan suara ramah, ia masih memandang ke depan, tanpa
sedikitpun menoleh seperti sebelumnya.
“Tante harap belum. Bagaimana anak Tante? Sila
cantikkan?”kata Tante Ana meyakinkan, seperti mempromosikan barang dagangan
kepada konsumen kelas kakap. Ia kemudian memandang anaknya yang terkejut dengan
ucapan itu. “Mah.”lirih Sila sambil memohon, agar Mamanya tidak meneruskan
omongan tidak jelasnya itu.
Crystal hanya diam saja melihat ketiganya bersitegang.
Ini salah satu alasanya, mengajak Yuji yang supel untuk bertemu dengan Sila dan
Mamanya, karena Crystal memang sulit berkomunikasi dengan baik dengan orang
baru.
Dreeettt
.... Dreettttt
“Kamu
dimana, Sayang. Tante sudah siapkan makanan kesukaan kalian. Cepat pulang yah” Isi pesan itu pasti dikirim Tante Erin kepada ketiga
keponakannya. Semenjak Mama Crystal meninggal, Tante Erin-lah yang mengatur
rumah tangga dikeluarga mereka. Ia selalu memberikan perhatian yang sama, tidak
mau di bilang pilih kasih atau memihak. Itu yang membuat rumah mereka hangat
meskipun sebenarnya tidak.
Setelah membantu menurunkan barang, Crystal langsung
pamit pulang. Ia bersalaman kepada Tante Ana dan Sila lalu masuk ke mobil,
menunggu Yuji yang pamit masih dengan tahap sopan. “Berhenti memikirkannya Crystal. Ia bukan Yuji calon tunanganmu lagi.”katanya
memantrahi dirinya sendiri. Seperti itulah kalau Crystal cemburu dengan
orang-orang disekitar Yuji. Dengan cepat ia menstarter mobil Yuji, begitu juga
Yuji dengan cepat masuk dan duduk tenang disebelah Crystal.
“Harusnya lebih hangat menyambut temanmu itu. Bukannya
kalian bersahabat.”kata Yuji sedikit mengejek. Tapi sayangnya tak ada reaksi
yang Crystal berikan. Dan perjalanan pulang itu hanya ada keheningan, hingga
sampai dirumah. “Ayo turun, Tante udah siapin banyak makanan.”ajak Crystal
dingin. Dan menjadi pemilik rumah yang sopan untuk tamu yang sebenarnya
istimewa.
Di meja makan sudah ada Tante Erin, Kak Rama dan Rio
yang menunggu mereka. Acara makan malampun dimulai.
Ryuji POV
“Terimakasih Tante atas undangannya, enak banget
masakan Tante”kataku mengawali pembicaraan. Kenapa aku jadi asing kalau di
diamkan seperti ini. Biasanya Nuna yang berisik dengan ocehannya di meja makan,
sekarang aku yang bosan dengan keheningan di tempat yang sama. Ku lihat wajah
Tante Erin jadi hangat dan menyenangkan. “Kalau begitu aku akan memaksamu
mengunjungi rumah ini setiap hari, biar ada yang memujiku.”katanya sedikit
menyindir ketiga keponakannya itu. Tapi rasanya pembicaraan ini tak membuat
ketiganya ikut ambil bagian, mereka sibuk dengan pemikiran mereka. Ayolah Yuji,
bantu mereka. “Kak, besok di kampus ada acara apa?”tanyaku ingin tahu. “Acara
apa emang?”katanya malah balik bertanya. Padahal Yuji hanya ingin memancing
pembicaraan. “Loh, bukannya ada acara, Kak Nuna ribut pilih gaun dari
kemarin.”kataku seenaknya. “Maaf Kak Nuna.”batinku melibatkan Kakakku itu ke
pembicaraan aneh ini. “Mungkin hanya jurusan Nuna saja.”balasnya yang kemudian
menyudahi kegiatan makannya. Ia malah menuju ruangan khusus. “Ikut maen game,
Kak. Ada game terbaru nih.”ajak Rio yang segera mengikuti Kakak pertamanya itu.
Aku baru ingat, ruangan itu di design khusus untuk main game, atau bisa di
bilang, semua game perusahaan Papa mereka, akan dicoba di mainkan oleh kedua
gamer sejati itu sebelum di pasarkan. Tentu saja aku tak akan menolak
kesempatan ini.
Rama dan Rio sudah duduk ditempat kebanggaan mereka.
Saat masuk, aku tidak begitu terkejut, sudah beberapa kali aku kesini, ruangan
ini di design khusus untuk ketiga anaknya agar tidak hobi main diluar, dulu
Crystal juga sudah ambil posisi sebelum kedua saudaranya masuk, tapi beberapa
tahun belakangan, perangkat game Crystal terabaikan. Itu yang membuatku tak
percuma di ajak. Aku memainkannya setelah intruksi dari Leader. Siapa lagi
kalau bukan Rama? Ia yang mengaba-ngaba permainan di awal dan membiarkannya
setelah di pertengahan.
“Bagaimana hubunganmu dengan Crystal.”tanya Rama masih
tetap fokus dengan pandangan ke permainannya itu, membuatku jadi linglung
seperti mendengar dan tidak. “Aku harap bukan karena kasihan kamu bersamanya
akhir-akhir ini.”katanya lagi membuatku hampir kalah di permainan itu. Rio yang
berada di antara aku dan Rama hanya diam saja, aku tahu dia juga ingin
menanyakan pertanyaan yang sama dengan Kakaknya tapi di urungkannya karena
lahan permainannya dalam masalah kritis dan mebutuhkan konsentrasi yang sangat
ektra.
“Aku menganggapnya sebagai teman!”jawabku, aku malah
bingung atas jawabanku sendiri. Tapi itu tak membuat kedua orang disampingku
ini memandangku. Mereka masih asyik dengan dunia gamenya itu.
“Kalau begitu jauhi saja dia, karena aku akan meminta
Papa mengajaknya tinggal bersama disana.”kata Rama dengan tegas dan
memandangku. Pandangan tajam yang siap melahapku jika aku menolaknya.
“Isshh.. Kakak macam apa seperti itu? Seenaknya
melarang pertemanan adiknya. Jangan Kak, ajak aja Nona itu berteman, biar dia
tidak dikamar seharian.”kata Rio yang menolak keputusan Rama. Berbeda dengan
Rama yang menatapnya, Rio masih sibuk dengan permainannya yang hampir selesai. Sudah
jelas terlihat kalau pemenangnya adalah dia. Sekalipun siatuasi genting, tak
membuatnya terpengaruh. “Dia sudah kehilangan Mama di depan matanya sendiri, apa
itu tak cukup membuatmu berpikir panjang, Kak.”sambung Rio yang masih tetap
terpaku di dunianya sendiri. “Aku bosan melihatnya seperti mayat hidup, kalau
tidak ada Tante Erin, mungkin dia akan menghabiskan hidupnya di kamarnya yang
gelap itu.”entah ucapan Rio itu untukku atau untuk Rama. Tapi ini membuatku
berpikir panjang untuk menjawabnya. Sementara Rama sudah selesai dengan
permainannya, ia kalah karena menatap tajam padaku.
“Jadi kalau Kakak memang menganggapnya teman, tolong
jangan banyak berikan harapan.”tambahnya dalam penekanan kata di bagian akhir.
Membuatku sedikit ngeri di banding tatapan Rama tadi, ini lebih disebut dengan
pembunuhan karakter melalui suara. “Kalau suka Kakakku, jangan buatnya
menunggu.... UYE>>>RIO SANG PEMENANG.”lanjutnya dengan kemenangannya
itu. Sementara aku takjub dengan suara dan permainan ini. Aku tak pernah
berpikir bahwa suka dengannya? Tapi aku memang suka ketika bersamanya?
Menyenangkan membuatnya bingung dan marah. Itu lebih menarik di banding ia
tersenyum. Jadi perasaan itu suka atau bukan? Lagipula aku sudah memiliki Qiran? Hubunganku
dengannya sudah lama dan aku tak mau kehilangannya!
End Ryuji
POV
Tengg.....tengg...
Waktu yang paling ditunggu-tunggu oleh semua murid SMA
Nusantara. 4 jam mata pelajaran Matematika sudah membuat kepala anak kelas 2.1
panas dan keluar asap. Membuat kantin sebagai pelarian. Semua bangku kantin di
dominasi kelas 2.1 tanpa terkecuali, hal yang paling penting itu adalah segala
bentuk minuman yang ada efek dingin dan menyegarkan. Mereka sengaja minta
istirahat lebih awal dari yang lain.
Di ujung bangku ada Yuji dengan teman-teman akrabnya, mereka
tidak terlihat lelah dengan pelajaran penguras stamina itu, meskipun anak nakal
mereka mempunyai IQ rata-rata dan itu
sudah terbukti. Dan dari lawan arahnya, ada Sila dan Crystal yang sibuk dengan
urusannya sendiri. “Rys, bosen nih, ke perpus aja yuk!”ajak Sila memandang
teman dekatnya itu. “Kamu stress ya, Sil, abis pelajaran Matematik masih aja ke
perpus.”ejek Nesa, teman dekat mereka juga yang baru-baru ini akrab. Sementara
Crystal masih sibuk dengan Iphone nya, keduanya hanya saling bertanya melalui
tatapan mereka. Dan munculah keisengan keduanya yang menggelitiki Crystal tanpa
ampun hingga jatuh. Kejadian itu membuat suara tawa membahana di ruangan kantin
yang tadinya sepi. Wajah merah Crystal membuat tawa itu tak henti-henti. “Perlu
bantuan, Nona.”sapa seseorang yang tak terasa asing bagi Crystal. Dan saat
melihat wajahnya, Crystal hanya tersenyum dan menyambut hangat uluran tangan
Vian, kemudian keduanya pergi dari keramaian kelas 2.1 di kantin. Sementara
beberapa temen perempuannya hanya mematung, melihat ketampanan Vian. Mereka
seperti tersihir oleh senyuman Vian sebelum mininggalkan mereka. Tapi tidak
bagi Sila dan Yuji. Mereka cukup kenal seperti apa Vian.
“Sudah 2 tahun berlalu, kenapa harus datang
lagi.”kesal Yuji dengan kedatangan Vian. “Setidaknya aku harus terimakasih
karena kehadirannya.”tambahnya lagi.
Sila POV
Cowok itukan? Cowok itu! aku berusaha mengingat foto
yang dulu Crystal berikan. Tapi aku lupa namanya! Aku hanya tahu, dia cowok
yang membuat Crystal hanya melihat satu orang laki-laki. Ya,, sebelum bertemu
dengan Yuji. Vian cowok yang pergi tanpa kata perpisahan, karena dia yakin,
akan kembali kepada Crystal dan itu membuatku berpikir seperti itu pada Mei dan
Papa.
Kenapa dia kembali?? Crystal bilang dia akan menetap
diluar sana? Aku harus berbuat apa. Yuji bodoh itu malah terkejut dan sekarang
bengong melihatnya. “Mama terlalu bodoh, kalau tertipu dengan tampangnya yang
norak itu”batinku sambil melihat Yuji yang sekarang malah asyik dengan gurauan
temannya.
“Kita susul Crystal yuk.”ajakku pada Nesa. Meskipun
terlihat enggan, tapi dia malah lebih dulu beranjak di banding aku, alhasil aku
harus mengejarnya dan mensejajarkan langkah kami. “Cowok cakep itu siapa,
Sil?katanya sambil serius menatap Vian dan Crystal di depan. “Aku rasa mereka
cocok.”jawabnya lagi yang tak bergeming dari sebelumnya.
“Hahahha....berarti aku bisa PDKT sama Yuji
donk.”tawanya menggema di telingaku. Kemudian memandangku yang masih diam
seribu bahasa. “Naysila? Kau mendengarku kan?”katanya sambil menatapku lebih
dekat.
“Yak..!! Nesa, bisa tidak jangan menatapku seperti
itu.”kataku dengan muka merah. Kenapa sih semua orang sering menatapku seperti
itu? Bagaimana menyembunyikan muka merah ‘tomat’ ini? Untung saja aku belum
pernah berpacaran?? *ups...“Hahahhaha... aku yang wanita saja sudah membuat
wajahmu seperti itu, apalagi cowok yang kau suka?”ejeknya licik. Ia seperti
menjawab apa yang kupikirkan sebelumnya. Dan terus tertawa sepanjang perjalanan
kami mengikuti Crystal.
Aku jadi ingat, sebelum kedatanganku kesini, Crystal
menceritakan tentang Nesa. Mereka satu sekolah waktu SD tapi karena suatu
alasan mereka beda SMP dan sekarang memutuskan satu SMA lagi. Meskipun aku
hanya sahabat penanya, aku iri Nesa bisa mengenal Crystal secara nyata. Sekarang
aku malah menatap wajah Nesa dengan serius, meskipun dia sering mengejekku tapi
dia termasuk cewek yang lembut dan sangat penyayang. Wajahnya yang jutek itu
hanya sebagai topeng untuk menutupi rasa mindernya. Sebenarnya dia sama seperti
Crystal, sulit berteman tapi tidak terlihat jelas. Kehidupan keluarganya?
Entahlah, aku menolak ketika Crystal ingin menceritakannya, biar dia saja yang
cerita padaku. Tapi setelah di lihat dari dekat wajahnya manis, bulu mata yang
lentik, matanya yang tidak sipit, hidungnya yang mancung sepadan dengan
bibirnya yang tidak besar namun tidak mungil juga. Rambutnya terurai lembut
sebahu, dia tidak terlalu suka rambut panjang. Badannya tinggi dan langsing.
Aku iri melihatnya, karna tinggiku beda 5cm darinya. Apa yang membuatnya
minder?
“Meskipun aku tahu kau belum punya pacar, bukan
berarti kau menyukaikukan, Sil?’ejek Nesa yang menatapku menyelidik. Lalu
dilanjutkan tawanya yang tidak bisa berhenti itu.
“Aish... belum puas juga meledekku.”keluhku sambil
menduduki tempat duduk di depan kelas. “Bagaimana rasanya jatuh cinta?”kataku
membuat Nesa disebelahku diam dan menatapku penuh arti. Aku tak menghiraukannya,
aku malah menatap seseorang yang sedang memainkan bola di lapangan.
End Sila
POV
***
Rumah ini mengandung banyak unsur unik yang terkesan
jarang, mungkin karena salah satu penghuninya adalah arsitek yang hebat dan
sudah banyak yang memakai rancangannya. Itu terbukti dari beberapa unsur yang
ada dirumah ini, jelas beda dengan arsitek pada umumnya. Kesibukan tak
membuatnya jauh dari dua anaknya, dia masih mengontrol kehidupan anaknya yang
memang jarang ada dirumah.
Di depan ruang keluarga, lebih tepatnya di atas TV 21
inchi itu terpampang foto keluarga yang sudah diperbaharui 3 bulan yang lalu. Lukisan
yang dibuat khusus oleh salah satu temannya yang kini sudah berbeda dunia
dengannya. Itulah yang membuatnya mengabadikan lukisan itu di ruangan yang
sangat paling ia sukai.
Ia tatap satu per satu orang-orang yang ada di dalam
lukisan itu, menatap suaminya yang sibuk dengan pekerjaannya, sehingga hanya
bertemu di kamar tidur mereka. Dilanjutkan menatap wajah anak perempuannya,
cantik dan anggun berbeda dengan anak keduanya yang dingin dan agak sulit di
kontrol. “Sekalipun kalian saudara kandung, kenapa kalian berbeda jauh.”katanya
sambil menatap lekat lukisan anaknya itu. “Nuna sibuk dengan kuliahnya dan
jarang dirumah, sedangkan Yuji sibuk sendiri dengan urusannya yang tidak
jelas.”keluhnya.
“Tapi aku selalu ada kan untukmu. I miss you, Mom”
0 komentar:
Posting Komentar