Senin, 28 Mei 2012

With love, Cryst@l Part 2

Sebelumnya ::
“Kamu kenapa?”katanya mengagetkanku. Sepertinya keluhanku membuatnya terbangun. “Ini.. tadi aku beli di supermarket.”kataku sambil memberikan belanjaanku tadi. Wajahnya malah berubah jadi aneh dan itu terlihat menyebalkan. Tapi diterima juga, ia tak banyak bicara dan langsung memakan pemberianku tadi. Kemudian melanjutkan istirahatnya lagi. Baguslah, setidaknya aku tak membuatnya mati kesakitan. “Terimakasih.”katanya pelan. Tapi itu membuat hatiku lega dan sedikit senang. Perasaan apa ini? Jangan, jangan sampai aku lebih menyukainya dari sebelumnya. Sadar CRYSTAL!!! Yuji tidak pernah menyukaimu.
 
Aku masih ingat ucapannya waktu itu. Mungkin tepatnya setahun yang lalu, Mama dan Tante Dina, mamanya. ingin menjodohkan kita dan dengan tegas dia menolaknya. Sekalipun dengan suara lembut tapi itu terasa menyakitkan, belum dijalani tapi dia sudah menolak mentah-mentah. Penolakan itu awal dari sikap dinginnya padaku, dia selalu menghindar setiap aku menemani Mama mengunjungi rumahnya. Pernah Tante Dina memaksanya mengantarkanku, dengan terpaksa ia mau tapi di tengah jalan ia menurunkanku dengan alasan ada urusan penting. Akibatnya, aku harus menunggu 2 jam, karena di daerah itu jarang ada kendaraan umum yang lewat. “Jangan pernah menyukaiku, sudah ada orang yang mengisi hatiku. Aku harap kita saling mengerti.”katanya sebelum menurunkanku. Semenjak itu, aku selalu menolak bertemu dengannya, paksaan atau rayuan Mama tak akan membuatku mengatakan ‘iya’.


Sebenarnya aku enggan meminta bantuannya menjemput Sila, sahabat penaku yang sekarang akan  tinggal di kota yang sama denganku. Tapi aku tidak mungkin memaksa Kak Rama atau Rio menemaniku, karena dari dulu kami memang tidak akrab. Dan tidak mungkin aku mengendarai mobilku karena aku tidak hapal dengan daerah ini.

Sesampainya di bandara, aku mencari parkiran yang strategis kemudian mengambil kacamata dan tasku. Sebenarnya ingin mengajaknya kedalam tapi aku masih enggan akrab dengannya. “Aku tunggu disini saja.”suaranya membuat keyakinanku pupus, meskipun ia tidak melihatku, tapi rasanya suara itu seperti tatapan menusuk yang siap membunuh siapapun yang melihat.

“Kalau ingin pulang silahkan, aku akan naik taksi. Maaf menyusahkanmu.”kalimat itu meluncur begitu saja dari mulutku. Tanpa menunggu jawabannya aku langsung membuka pintu mobil. “Kalau menyesal jangan menyuruhku seperti ini lagi. Aku akan minta pertanggungjawabanmu setelah ini.”katanya lagi sambil membuka pintu. Kemudian berjalan ke arah pintu keluar domestik. “Ayo cepat, aku lapar.”lanjutnya lagi karena melihatku diam saja di sisi mobil.

End Cryst@l POV

2 jam berlalu dengan cepat, Sila dan Mamanya sudah bersama dengan Crystal dan Yuji di mobil. Mereka sudah setengah perjalanan dari bandara. Ini pertama kalinya Crystal dan Sila bertemu, meskipun semua hal Crystal ceritakan pada Sila tapi kenapa saat bertemu langsung rasanya canggung. Mungkin karena biasanya mereka hanya melalui chat atau dengan video call.

“Mau daftar dimana, Sil?”kata Yuji memecahkan keheningan. Ia melihat dari spion keadaan Crystal dan Sila yang terasa aneh. “Sudah jangan di ganggu, Nak. Mungkin butuh proses, biasanya mereka komunikasi melalui telpon saja.”jawab Tante Ana, Mamanya Sila santai. Ia melihat Yuji dengan perasaan kagum yang besar, wajah Yuji yang tampan, sikapnya yang lembut dan ramah. Ingin sekali anaknya itu mempunyai pacar seperti laki-laki di sampingnya ini. “Sudah punya pacar?”kata Tante Ana menyelidiki. Yuji yang ditanya malah bengong dan menolak untuk melihat pandangan menyelidiki itu. “Kenapa Tante?”kata Yuji masih dengan suara ramah, ia masih memandang ke depan, tanpa sedikitpun menoleh seperti sebelumnya.

“Tante harap belum. Bagaimana anak Tante? Sila cantikkan?”kata Tante Ana meyakinkan, seperti mempromosikan barang dagangan kepada konsumen kelas kakap. Ia kemudian memandang anaknya yang terkejut dengan ucapan itu. “Mah.”lirih Sila sambil memohon, agar Mamanya tidak meneruskan omongan tidak jelasnya itu.

Crystal hanya diam saja melihat ketiganya bersitegang. Ini salah satu alasanya, mengajak Yuji yang supel untuk bertemu dengan Sila dan Mamanya, karena Crystal memang sulit berkomunikasi dengan baik dengan orang baru.

Dreeettt .... Dreettttt
“Kamu dimana, Sayang. Tante sudah siapkan makanan kesukaan kalian. Cepat pulang yah” Isi pesan itu pasti dikirim Tante Erin kepada ketiga keponakannya. Semenjak Mama Crystal meninggal, Tante Erin-lah yang mengatur rumah tangga dikeluarga mereka. Ia selalu memberikan perhatian yang sama, tidak mau di bilang pilih kasih atau memihak. Itu yang membuat rumah mereka hangat meskipun sebenarnya tidak.


Setelah membantu menurunkan barang, Crystal langsung pamit pulang. Ia bersalaman kepada Tante Ana dan Sila lalu masuk ke mobil, menunggu Yuji yang pamit masih dengan tahap sopan. “Berhenti memikirkannya Crystal. Ia bukan Yuji calon tunanganmu lagi.”katanya memantrahi dirinya sendiri. Seperti itulah kalau Crystal cemburu dengan orang-orang disekitar Yuji. Dengan cepat ia menstarter mobil Yuji, begitu juga Yuji dengan cepat masuk dan duduk tenang disebelah Crystal.

“Harusnya lebih hangat menyambut temanmu itu. Bukannya kalian bersahabat.”kata Yuji sedikit mengejek. Tapi sayangnya tak ada reaksi yang Crystal berikan. Dan perjalanan pulang itu hanya ada keheningan, hingga sampai dirumah. “Ayo turun, Tante udah siapin banyak makanan.”ajak Crystal dingin. Dan menjadi pemilik rumah yang sopan untuk tamu yang sebenarnya istimewa.
Di meja makan sudah ada Tante Erin, Kak Rama dan Rio yang menunggu mereka. Acara makan malampun dimulai.

Ryuji POV

“Terimakasih Tante atas undangannya, enak banget masakan Tante”kataku mengawali pembicaraan. Kenapa aku jadi asing kalau di diamkan seperti ini. Biasanya Nuna yang berisik dengan ocehannya di meja makan, sekarang aku yang bosan dengan keheningan di tempat yang sama. Ku lihat wajah Tante Erin jadi hangat dan menyenangkan. “Kalau begitu aku akan memaksamu mengunjungi rumah ini setiap hari, biar ada yang memujiku.”katanya sedikit menyindir ketiga keponakannya itu. Tapi rasanya pembicaraan ini tak membuat ketiganya ikut ambil bagian, mereka sibuk dengan pemikiran mereka. Ayolah Yuji, bantu mereka. “Kak, besok di kampus ada acara apa?”tanyaku ingin tahu. “Acara apa emang?”katanya malah balik bertanya. Padahal Yuji hanya ingin memancing pembicaraan. “Loh, bukannya ada acara, Kak Nuna ribut pilih gaun dari kemarin.”kataku seenaknya. “Maaf Kak Nuna.”batinku melibatkan Kakakku itu ke pembicaraan aneh ini. “Mungkin hanya jurusan Nuna saja.”balasnya yang kemudian menyudahi kegiatan makannya. Ia malah menuju ruangan khusus. “Ikut maen game, Kak. Ada game terbaru nih.”ajak Rio yang segera mengikuti Kakak pertamanya itu. Aku baru ingat, ruangan itu di design khusus untuk main game, atau bisa di bilang, semua game perusahaan Papa mereka, akan dicoba di mainkan oleh kedua gamer sejati itu sebelum di pasarkan. Tentu saja aku tak akan menolak kesempatan ini.

Rama dan Rio sudah duduk ditempat kebanggaan mereka. Saat masuk, aku tidak begitu terkejut, sudah beberapa kali aku kesini, ruangan ini di design khusus untuk ketiga anaknya agar tidak hobi main diluar, dulu Crystal juga sudah ambil posisi sebelum kedua saudaranya masuk, tapi beberapa tahun belakangan, perangkat game Crystal terabaikan. Itu yang membuatku tak percuma di ajak. Aku memainkannya setelah intruksi dari Leader. Siapa lagi kalau bukan Rama? Ia yang mengaba-ngaba permainan di awal dan membiarkannya setelah di pertengahan.

“Bagaimana hubunganmu dengan Crystal.”tanya Rama masih tetap fokus dengan pandangan ke permainannya itu, membuatku jadi linglung seperti mendengar dan tidak. “Aku harap bukan karena kasihan kamu bersamanya akhir-akhir ini.”katanya lagi membuatku hampir kalah di permainan itu. Rio yang berada di antara aku dan Rama hanya diam saja, aku tahu dia juga ingin menanyakan pertanyaan yang sama dengan Kakaknya tapi di urungkannya karena lahan permainannya dalam masalah kritis dan mebutuhkan konsentrasi yang sangat ektra.

“Aku menganggapnya sebagai teman!”jawabku, aku malah bingung atas jawabanku sendiri. Tapi itu tak membuat kedua orang disampingku ini memandangku. Mereka masih asyik dengan dunia gamenya itu.

“Kalau begitu jauhi saja dia, karena aku akan meminta Papa mengajaknya tinggal bersama disana.”kata Rama dengan tegas dan memandangku. Pandangan tajam yang siap melahapku jika aku menolaknya.

“Isshh.. Kakak macam apa seperti itu? Seenaknya melarang pertemanan adiknya. Jangan Kak, ajak aja Nona itu berteman, biar dia tidak dikamar seharian.”kata Rio yang menolak keputusan Rama. Berbeda dengan Rama yang menatapnya, Rio masih sibuk dengan permainannya yang hampir selesai. Sudah jelas terlihat kalau pemenangnya adalah dia. Sekalipun siatuasi genting, tak membuatnya terpengaruh. “Dia sudah kehilangan Mama di depan matanya sendiri, apa itu tak cukup membuatmu berpikir panjang, Kak.”sambung Rio yang masih tetap terpaku di dunianya sendiri. “Aku bosan melihatnya seperti mayat hidup, kalau tidak ada Tante Erin, mungkin dia akan menghabiskan hidupnya di kamarnya yang gelap itu.”entah ucapan Rio itu untukku atau untuk Rama. Tapi ini membuatku berpikir panjang untuk menjawabnya. Sementara Rama sudah selesai dengan permainannya, ia kalah karena menatap tajam padaku.

“Jadi kalau Kakak memang menganggapnya teman, tolong jangan banyak berikan harapan.”tambahnya dalam penekanan kata di bagian akhir. Membuatku sedikit ngeri di banding tatapan Rama tadi, ini lebih disebut dengan pembunuhan karakter melalui suara. “Kalau suka Kakakku, jangan buatnya menunggu.... UYE>>>RIO SANG PEMENANG.”lanjutnya dengan kemenangannya itu. Sementara aku takjub dengan suara dan permainan ini. Aku tak pernah berpikir bahwa suka dengannya? Tapi aku memang suka ketika bersamanya? Menyenangkan membuatnya bingung dan marah. Itu lebih menarik di banding ia tersenyum. Jadi perasaan itu suka atau bukan?  Lagipula aku sudah memiliki Qiran? Hubunganku dengannya sudah lama dan aku tak mau kehilangannya!

End Ryuji POV

          Tengg.....tengg...
Waktu yang paling ditunggu-tunggu oleh semua murid SMA Nusantara. 4 jam mata pelajaran Matematika sudah membuat kepala anak kelas 2.1 panas dan keluar asap. Membuat kantin sebagai pelarian. Semua bangku kantin di dominasi kelas 2.1 tanpa terkecuali, hal yang paling penting itu adalah segala bentuk minuman yang ada efek dingin dan menyegarkan. Mereka sengaja minta istirahat lebih awal dari yang lain.

Di ujung bangku ada Yuji dengan teman-teman akrabnya, mereka tidak terlihat lelah dengan pelajaran penguras stamina itu, meskipun anak nakal mereka mempunyai IQ  rata-rata dan itu sudah terbukti. Dan dari lawan arahnya, ada Sila dan Crystal yang sibuk dengan urusannya sendiri. “Rys, bosen nih, ke perpus aja yuk!”ajak Sila memandang teman dekatnya itu. “Kamu stress ya, Sil, abis pelajaran Matematik masih aja ke perpus.”ejek Nesa, teman dekat mereka juga yang baru-baru ini akrab. Sementara Crystal masih sibuk dengan Iphone nya, keduanya hanya saling bertanya melalui tatapan mereka. Dan munculah keisengan keduanya yang menggelitiki Crystal tanpa ampun hingga jatuh. Kejadian itu membuat suara tawa membahana di ruangan kantin yang tadinya sepi. Wajah merah Crystal membuat tawa itu tak henti-henti. “Perlu bantuan, Nona.”sapa seseorang yang tak terasa asing bagi Crystal. Dan saat melihat wajahnya, Crystal hanya tersenyum dan menyambut hangat uluran tangan Vian, kemudian keduanya pergi dari keramaian kelas 2.1 di kantin. Sementara beberapa temen perempuannya hanya mematung, melihat ketampanan Vian. Mereka seperti tersihir oleh senyuman Vian sebelum mininggalkan mereka. Tapi tidak bagi Sila dan Yuji. Mereka cukup kenal seperti apa Vian.

“Sudah 2 tahun berlalu, kenapa harus datang lagi.”kesal Yuji dengan kedatangan Vian. “Setidaknya aku harus terimakasih karena kehadirannya.”tambahnya lagi.

Sila POV

Cowok itukan? Cowok itu! aku berusaha mengingat foto yang dulu Crystal berikan. Tapi aku lupa namanya! Aku hanya tahu, dia cowok yang membuat Crystal hanya melihat satu orang laki-laki. Ya,, sebelum bertemu dengan Yuji. Vian cowok yang pergi tanpa kata perpisahan, karena dia yakin, akan kembali kepada Crystal dan itu membuatku berpikir seperti itu pada Mei dan Papa.
Kenapa dia kembali?? Crystal bilang dia akan menetap diluar sana? Aku harus berbuat apa. Yuji bodoh itu malah terkejut dan sekarang bengong melihatnya. “Mama terlalu bodoh, kalau tertipu dengan tampangnya yang norak itu”batinku sambil melihat Yuji yang sekarang malah asyik dengan gurauan temannya.

“Kita susul Crystal yuk.”ajakku pada Nesa. Meskipun terlihat enggan, tapi dia malah lebih dulu beranjak di banding aku, alhasil aku harus mengejarnya dan mensejajarkan langkah kami. “Cowok cakep itu siapa, Sil?katanya sambil serius menatap Vian dan Crystal di depan. “Aku rasa mereka cocok.”jawabnya lagi yang tak bergeming dari sebelumnya.

“Hahahha....berarti aku bisa PDKT sama Yuji donk.”tawanya menggema di telingaku. Kemudian memandangku yang masih diam seribu bahasa. “Naysila? Kau mendengarku kan?”katanya sambil menatapku lebih dekat.

“Yak..!! Nesa, bisa tidak jangan menatapku seperti itu.”kataku dengan muka merah. Kenapa sih semua orang sering menatapku seperti itu? Bagaimana menyembunyikan muka merah ‘tomat’ ini? Untung saja aku belum pernah berpacaran?? *ups...“Hahahhaha... aku yang wanita saja sudah membuat wajahmu seperti itu, apalagi cowok yang kau suka?”ejeknya licik. Ia seperti menjawab apa yang kupikirkan sebelumnya. Dan terus tertawa sepanjang perjalanan kami mengikuti Crystal.
Aku jadi ingat, sebelum kedatanganku kesini, Crystal menceritakan tentang Nesa. Mereka satu sekolah waktu SD tapi karena suatu alasan mereka beda SMP dan sekarang memutuskan satu SMA lagi. Meskipun aku hanya sahabat penanya, aku iri Nesa bisa mengenal Crystal secara nyata. Sekarang aku malah menatap wajah Nesa dengan serius, meskipun dia sering mengejekku tapi dia termasuk cewek yang lembut dan sangat penyayang. Wajahnya yang jutek itu hanya sebagai topeng untuk menutupi rasa mindernya. Sebenarnya dia sama seperti Crystal, sulit berteman tapi tidak terlihat jelas. Kehidupan keluarganya? Entahlah, aku menolak ketika Crystal ingin menceritakannya, biar dia saja yang cerita padaku. Tapi setelah di lihat dari dekat wajahnya manis, bulu mata yang lentik, matanya yang tidak sipit, hidungnya yang mancung sepadan dengan bibirnya yang tidak besar namun tidak mungil juga. Rambutnya terurai lembut sebahu, dia tidak terlalu suka rambut panjang. Badannya tinggi dan langsing. Aku iri melihatnya, karna tinggiku beda 5cm darinya. Apa yang membuatnya minder?

“Meskipun aku tahu kau belum punya pacar, bukan berarti kau menyukaikukan, Sil?’ejek Nesa yang menatapku menyelidik. Lalu dilanjutkan tawanya yang tidak bisa berhenti itu.

“Aish... belum puas juga meledekku.”keluhku sambil menduduki tempat duduk di depan kelas. “Bagaimana rasanya jatuh cinta?”kataku membuat Nesa disebelahku diam dan menatapku penuh arti. Aku tak menghiraukannya, aku malah menatap seseorang yang sedang memainkan bola di lapangan.  

End Sila POV
***
Rumah ini mengandung banyak unsur unik yang terkesan jarang, mungkin karena salah satu penghuninya adalah arsitek yang hebat dan sudah banyak yang memakai rancangannya. Itu terbukti dari beberapa unsur yang ada dirumah ini, jelas beda dengan arsitek pada umumnya. Kesibukan tak membuatnya jauh dari dua anaknya, dia masih mengontrol kehidupan anaknya yang memang jarang ada dirumah.

Di depan ruang keluarga, lebih tepatnya di atas TV 21 inchi itu terpampang foto keluarga yang sudah diperbaharui 3 bulan yang lalu. Lukisan yang dibuat khusus oleh salah satu temannya yang kini sudah berbeda dunia dengannya. Itulah yang membuatnya mengabadikan lukisan itu di ruangan yang sangat paling ia sukai.

Ia tatap satu per satu orang-orang yang ada di dalam lukisan itu, menatap suaminya yang sibuk dengan pekerjaannya, sehingga hanya bertemu di kamar tidur mereka. Dilanjutkan menatap wajah anak perempuannya, cantik dan anggun berbeda dengan anak keduanya yang dingin dan agak sulit di kontrol. “Sekalipun kalian saudara kandung, kenapa kalian berbeda jauh.”katanya sambil menatap lekat lukisan anaknya itu. “Nuna sibuk dengan kuliahnya dan jarang dirumah, sedangkan Yuji sibuk sendiri dengan urusannya yang tidak jelas.”keluhnya.

“Tapi aku selalu ada kan untukmu. I miss you, Mom”

0 komentar: